Tradisi “Ubar-abir” Hajatan di Cilegon yang Harus Dipertahankan

DPRD Pandeglang Adhyaksa

*) Oleh: Ilung (Sang Revolusioner)

FAKTA BANTEN – Seiring dengan terus berkembangnya dunia industri, semakin heterogen juga masyarakat di Kota Cilegon. Ditambah dengan semakin majunya teknologi informasi dan komunikasi global. Dua hal mendasar yang berkonsekuensi pada perubahan sosial budaya di kota industri.

Mungkin tidak banyak orang Cilegon sendiri yang memikirkan akan terus tergerusnya budaya asli Cilegon ini. Tidak sedikit dari kearifan lokal yang sudah mulai punah. Seperti semakin ditinggalkannya Permainan Tradisional yang sangat populer pada masanya, pudarnya minat pada Alat Musik Tradisional, cara berpakaian, gaya hidup dan penggunaan bahasa (daerah) Jawa Cilegon semakin jarang digunakan oleh generasi muda, serta perubahan di berbagai aspek kehidupan lainnya.

Ironisnya banyak masyarakat yang justru lebih berminat dan bangga mengadopsi budaya Barat yang masuk. Padahal jika kita mau mempelajari ilmu gen ekologi dan antopologi, peradaban kehidupan manusia bermula di Timur. Dalam khazanah Islam disebut Laa syarkiyyah walaa ghorbiyyah, dalam pewayangan ada istilah _Bangbang Wetan_ begitupun dalam filosofi saban dina (setiap hari), dimana matahari selalu terbit dari Timur.

Dampak langsung dari globalisasi dan modernisasi di Cilegon kepada perubahan sosial budaya masyarakat tersebut. Sayangnya perubahan ini tidak selalu baik. mungkin lebih banyak yang tidak baiknya karena tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Perubahan ini bisa dilakukan siapa saja, baik secara individu, sekelompok orang, maupun mayoritas masyarakat.

Masyarakat yang secara tidak langsung berubah menjadi pragmatis, hedonis dan lebih memilih yang instan. Meski banyak suatu kegiatan menjadi lebih mudah dan prkastis, namun hilangnya proses secara tidak langsung membuat masyarakat jadi manja, terlena dan lupa pada cara-cara lama. Dan yang paling kentara namun kurang begitu disadari adalah dalam gotong royong.

Loading...

Banyak kegiatan gotong royong dalam masyarakat Cilegon yang perlahan namun pasti sudah mulai ditinggalkan. Seperti halnya kebersamaan dalam bersih-bersih lingkungan dan termasuk gotong royong dalam “Ubar-abir” pada orang hajatan.

Ubar-abir atau membantu orang yang sedang hajatan baik acara pernikahan atau aqikahan anak. Di Cilegon bagian Barat, Ubar-abir ini disebut Bebanton wong hajat. Dari mulai keluarga berkumpul dan para tetangga yang datang membantu keberlangsungan hajat. Mulai dari memasak, cuci piring, parkir kendaraan tamu, hingga segala pekerjaan dalam keperluan hajat.

Meski di Perkampungan tradisi gotong royong Ubar-abir ini masih berlangsung, namun perlahan mulai terkikis karena perubahan pola hidup sebagaimana dipaparkan diatas.

Semakin pragmatis dan hedonisnya masyarakat Cilegon mulai terlihat, ada yang ketika mengadakan hajatan mulai meninggalkan Ubar-abir. Seperti ketika melangsungkan hajat resepsi pernikahan di gedung, sehingga makanan untuk menjamu tamu pun tidak dilakukan secara gotong royong Ubar-abir melainkan tinggal pesan ke catering. Ada juga yang ketika riungan untuk khitanan atau haul, untuk berkat atau beseknya memilih cara instan, tinggal beli nasi kotak. Ada juga saiful hajat yang menyewa koky untuk memasaknya.

Padahal jika melihat aspek kebersamaan dalam tradisi Ubar-abir ini, sangat perlu kiranya untuk terus dipertahankan oleh masyarakat Cilegon sendiri, meski zaman semakin modern dengan segala kemajuannya. Akan tetapi banyaknya manfaat dari tradisi Ubar-abir ini. Seperti mempererat tali silaturahmi dengan keluarga dan tetangga, melestarikan rasa kebersamaan dan kerja sama dengan gotong royong, yang muaranya bisa kepada terbentuknya masyarakat yang harmonis.

Mungkin perlu adanya semacam kesadaran bersama dari mulai komunikasi hingga cara dan pola pikir masyarakat Cilegon terhadap berbagai perubahan sosial budaya karena faktor dari yang luar yang mempengaruhi aspek kehidupan ini. Dan yang tak kalah penting adalah berdaulat pentingnya menjaga kearifan lokal akan adanya perubahan perilaku, moral dan gaya hidup bermasyarakat. (*)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien