Jelang Verfak Calon Independen Pilkada Cilegon, Pemalsuan Data Terancam 6 Tahun Bui
CILEGON – Jelang tahapan verifikasi faktual (verfak) bakal calon perseorangan, yang akan dilaksanakan KPU Kota Cilegon, Bawaslu akan melakukan pengawasan dengan dua metode, selain itu ia juga memastikan petugas verfak pada pencalonan jalur perseorangan tidak melanggar aturan perundang-undangan yang ada. Selain itu, ada sanksi pidana yang menanti bila ada dugaan pemalsuan data e-KTP.
Ketua Bawaslu Cilegon Siswandi menuturkan, untuk pengawasan verfak ada dua metode yakni, metode pengawasan melekat (waskat), dan sampling (audit). Selain itu, Bawaslu juga akan melakukan pemetaan (maping) terhadap indeks kerawanan Pilkada Cilegon 2020.
“Nanti personel Bawaslu baik kelurahan, dan kecamatan melakukan pendampingan terhadap petugas KPU, atau peneliti melakukan standar kerja sesuai aturan perundang-undangan. Lalu sampling, yang ini terpaksa dilakukan, karena secara personal kita sedikit. Bila dibandingkan jumlah petugas KPU hanya sepertiga disana 250-an di kami 90-an,” tuturnya, Jum’at (26/6/2020).
“Dengan pengambilan sampling 20 persen, berdasarkan pemetaan yang terbagi menjadi beberapa kategori kerawanan, baik pandemi, atau historis (kejadian di masa lalu) yang tak sesuai aturan. Atau juga wilayah zona kompleks pendatang, atau wilayah komunitas tertentu. Disitu kita petakan sesuai maping dari Bawaslu,” jelasnya.
Selain itu, bila ditemukan ada pendukung atau pemilik e-KTP yang memberikan dua bakal calon (balon) jalur perseorangan, maka petugas akan memastikan orang tersebut mendukung satu orang. Dan akan diberikan B5-KWK, atau surat penarikan dukungan terhadap salah satu balon.
“Dari penyelenggara sendiri, bila mengarahkan pada salah satu calon dan menjadi temuan kita. Maka akan kita berikan rekomendasi berupa sanksi kepada KPU, mengingat yang berwenang dalam hal tersebut adalah KPU. Bila hasil pleno Panwascam, dan PPL, maka langsung diberikan rekomendasi kepada penyelenggara. Apabila administrasi akan direkomendasikan kepada PPK berupa teguran, atau saran. Bila kode etik itu masuk ke KPU,” paparnya.
Sementara itu, bila ada pemalsuan data, yakni memalsukan dukung sudah di atur dalam Pasal 185 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, dimana setiap orang yang memalsukan daftar dukungan untuk calon perseorangan. Dimana pelaku akan dipidana paling sikat 36 bulan, paling lama 72 bulan, atau 6 Tahun. Serta denda sedikitnya 36 juta, dan paling banyak 72 juta, dan bila dilakukan oleh penyelenggara pemilu akan bertambah sepertiganya.
“Laporan itu kalo unsur pemalsuan dan dilanjutkan dengan pelaporan itu masuk ke ranah pidana, hal tersebut saat melakukan verfak ditanya anda dukung atau tidak. Kalo pendukung gak diterima itu lain hal, tapi kalo gak terima tapi tidak melaporkan hanya bisa diungkapkan di surat pernyataan. Semua kembali kepada pemilik KTP karena disitu ada surat kalo tidak mendukung ada di B5-KWK,” tanda Siswandi. (*/A.Laksono)