CILEGON – Aktivis dan pegiat lingkungan hidup menyikapi serius atas pernyataan kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten, Husni Hasan yang menyatakan tidak ada hutan mangrove yang terdampak dari proyek pembangunan PT Lotte Chemical Indonesia (LCI).
Sebagaimana diberitakan faktabanten.co.id sebelumnya, Husni dengan tegas membantah soal hilangnya hutan mangrove di Tanjung Peni, Kota Cilegon oleh proyek pematangan lahan PT LCI.
Namun statement Husni tersebut disangkal oleh aktivis lingkungan hidup dari Balhi Foundation, A. Fadhillah yang menegaskan, bahwa adanya hutan mangrove di lahan pembangunan PT LCI, telah diakui secara verbal dan tertulis oleh pejabat Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Cilegon.
“Sangat jelas dalam notulensi rapat Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) Cilegon yang dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2018 yang dijadikan dasar rekomendasi izin lokasi yang diajukan perusahaan asal Korea Selatan itu. Pada notulen rapat jelas Kepala DLHK Kota Cilegon Ujang Iing beserta kepala bidangnya Ibu Sri, mengatakan bahwa terdapat hutan mangrove di wilayah pembangunan PT LCI yang harus diperhatikan dan dipertahankan,” ungkap Fadhilah sambil menunjukkan dokumen notulensi rapat kepada wartawan, Jumat (19/7/2019).
Menurut Fadhillah, dalam rapat yang dihadiri oleh sejumlah OPD di Kota Cilegon saat itu, tertulis jelas bahwa ada hutan mangrove dan pihak PT Lotte Chemical Indonesia pun menerangkan dalam dokumen tersebut akan mempertahankan dan atau menggeser hutan mangrove tersebut.
“Jadi pernyataan kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten itu dasarnya apa? Pernahkah melihat dan menginjak lokasi kegiatan pejabat tersebut,” tegasnya.

Fadhillah juga menyayangkan soal ketidaktahuan pejabat nomor satu di DLHK Provinsi Banten itu akan keberadaan pangkalan nelayan di Tanjung Peni.
Penanaman Mangrove PT Lotte di Teluk Banten Dikritik
Heri JB, Ketua Umum Yayasan Banten Antisipator Lingkungan Hidup Indonesia (Balhi) bahkan menilai apa yang dilakukan PT LCI sangat lucu dan sangat aneh, padahal dalam notulensi hasil rapat bersama dengan Pemerintah Kota Cilegon beberapa waktu lalu di kantor Dinas PUTR, PT LCI berjanji akan menjaga kelestarian dan merawat hutan mangrove.
“Udah jelaskan apa yang dikatakan LCI pada saat rapat di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) untuk tetap menjaga kelestarian hutan mangrove demi menjaga keberlangsungan habitat hutan mangrove, tapi kenyataannya di lapangan bukan dilestarikan malah dimusnahkan,” tegas Heri.
Heri namun mengakui bahwa pada notulensi rapat yang dihadiri para pejabat Pemkot Cilegon itu, tertulis klausul menggeser lokasi penanaman mangrove di tempat lain. Namun hal itu dinilai Balhi, bukan jadi pembenaran untuk menanam mangrove di Teluk Banten, seharusnya tetap masih di seputaran wilayah terdekat dengan lokasi pembangunan.
“Dan yang lebih lucu lagi, kok PT LCI bisa-bisanya menanam mangrove di tempat yang jauh di Teluk Banten bukan di Cilegon, dan untuk itu saya menilai apa yang dilakukannya salah kaprah dan terkesan mengada-ngada,” katanya lagi.
Jaringan Muda Indonesia (JMI) Kota Cilegon juga menilai salah apa yang sudah dilakukan oleh PT LCI dan Dinas LHK Cilegon soal penggantian pohon mangrove.
“Apa yang dilakukan manajemen LCI yang menanam pohon mangrove di Serang itu kegiatan aneh dan lucu, yang dirusak di Cilegon tapi memperbaiki di wilayah lain. Enggak ubahnya ada luka di kaki tapi yang dijahit tangan,” kata Wahyudi, Ketua Umum JMI Kota Cilegon, Sabtu (20/7/2019).
Menurut JMI, Pemerintah Kota Cilegon seharusnya mengambil sikap tegas atas kejadian ini, Pemkot jangan tutup mata, apa yang dilakukan PT LCI sudah menghilangkan hutan mangrove dan rencana reklamasi telah merusak tatanan lingkungan hidup.
“Hari ini kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di Kota Cilegon mengalami penurunan yang signifikan akibat pemerintah tidak serius dalam pengawasan pengembangan dan pembangunan industri di wilayah Kota Cilegon,” tegasnya.
“Pemerintah Kota Cilegon harus memproteksi setiap perizinan khususnya tentang ruang terbuka hijau di industri tersebut, pengawasan terhadap lingkungan harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah,” imbuhnya.
Sementara Kepala DLHK Provinsi Banten, Husni Hasan, tetap tegas pada pendapatnya bahwa mangrove yang ada di wilayah Tanjung Peni yang dijadikan lahan pabrik PT LCI, bukan merupakan kategori hutan
“Yang tidak ada itu nomenklatur hutan, bukan mangrovenya. Tidak semua kelompok pohon mangrove jadi hutan, dan status hutan itu dikuatkan dengan keputusan Kepala Daerah. Itu yang harusnya diberikan pemahaman agar tidak bias,” jelas Husni melalui pesan WhatsApp.
Husni tetap menegaskan bahwa pihaknya berbeda pendapat dengan pemahaman para aktivis dan masyarakat yang menyebutkan ada hutan mangrove yang tergusur oleh proyek PT LCI.
“Kami tidak menemukan SK Kepala Daerah yang menetapkan kawasan Tanjung Peni, terdapat hutan mangrove, jadi bagaimana DLHK harus mengakui bahwa disana ada hutan mangrove, karena Pemkot sendiri tidak pernah mengeluarkan SK. Jadi bukan saya yang menyanggah, tolong dipahami dan diluruskan,” pungkasnya.
Diketahui, pada Kamis (18/7/2019) kemarin, diklaim sebagai upaya mengganti hilangnya hutan mangrove di kawasan Tanjung Peni, PT LCI bekerjasama dengan LSM Rekonvasi Bhumi menanam 15.000 batang bibit mangrove di Garis Pantai Teluk Banten tepatnya di BAPPL STP Serang.
PT LCI mengklaim, dalam tahapan pematangan lahan proyeknya telah menghilangkan sekitar 3000 pohon mangrove saja, dan menyatakan itu bukanlah merupakan wilayah konservasi hutan mangrove.
PT LCI menggandeng LSM Rekonvasi Bhumi selaku pegiat lingkungan hidup yang dikontrak selama dua tahun dalam mengawasi pemerliharaan secara berkala terhadap bibit mangrove yang telah ditanam. (*/Red/RT/Ilung)