Hasil Seleksi IPDN untuk Kuota Provinsi Banten Dinilai Janggal
FAKTA BANTEN – Institute Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) atau Institute of Domestic Governance, adalah salah satu lembaga pendidikan tinggi kedinasan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, yang bertujuan mempersiapkan kader pemerintah, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
Diketahui, kuota untuk Provinsi Banten pada tahun 2018 ini sebanyak 41 orang yang akan diterima dari proses seleksi Penerimaan Calon Praja (SPCP) di IPDN. Para peserta atau pendaftar harus melewati tahap seleksi administrasi secara online yang dibuka panitia mulai dari tanggal 9-30 April 2018 lalu.
Menurut informasi yang dihimpun, khusus untuk Provinsi Banten, yang diawali dengan Tes Kompetensi Dasar (TKD), diikuti oleh peserta 1200 orang dari 8 Kabupaten/Kota. Dari 1200 TKD tersebut, mengerucut menjadi 123 orang yang harus masuk ke tahap tes kesehatan. Pada tahap ini, tersisa 60 orang saja yang lolos mengikuti tahap selanjutnya yaitu Psikologi Integritas Kejujuran (PIK)
Kemudian, hanya 45 orang saja yang lolos untuk dikirim Kampus IPDN di Jatinangor Bandung, Jawa Barat. Dengan catatan 4 orang terpaksa harus dipulangkan, karena kuota Provinsi Banten hanya 41 orang.
Namun disayangkan proses seleksi yang sudah tahap akhir pengumuman ini, menjadi tanda tanya dan diduga ada kejanggalan.
Salah satunya dikeluhkan oleh Hizkia Raymond, peserta tes asal Kota Cilegon, yang gagal pada tahap PIK tersebut. Padahal sudah banyak prestasi yang diraihnya pada saat SMAN 1 Cilegon.
“Berawal dari saran guru saya untuk mendaftar di IPDN, karena saya menjadi utusan Kota Cilegon pada acara Diskusi ‘Parade Cinta Tanah Air’. Saat itu saya ketemu Pak Wagub Banten, Andika Hazrumy,” kata Hizkia, kepada faktabanten.co.id saat ditemui di kediamannya di kawasan Merak, Minggu (5/8/2018).
Meski demikian, Hizkia tidak kecewa dan optimis akan kembali mengikuti seleksi pada tahun depan, dengan harapan bisa diterima.
“Kalaupun saya kalah di tahap Psikologi Integritas Kejujuran, saya akan berusaha mengulangi tahun depan,” tuturnya.
Sementara itu, ayah Hizkia, Badiman Sinaga, tampak masih merasa kecewa dengan tidak masuknya sang anak untuk bisa diterima oleh IPDN, karena sulit mengetahui dasar dan indikator dari kegagalan dari hasil pengumuman di seleksi PIK.
“Yang saya minta hasil dari kekalahan anak saya dimana, supaya tahun depan bisa diperbaiki. Ini kan hasilnya kita hanya tahu dari website IPDN, hanya yang keterima, yang kalah dimana kesalahan kita tidak taju, saya minta sistemnya dirubah. Transpranlah,” ujarnya.
Sinaga juga meminta pihak panitia seleksi untuk menunjukan peserta yang gagal ini karena faktor apa, dan dimana letak kesalahannya.
Ia berharap pihak pemerintah lebih menekankan kepada panitia seleksi IPDN untuk lebih transparan, dan hasil seleksi tes tidak ditunda-tunda karena saat ini sudah sistem online.
Sinaga mengaku bahwa saat seleksi PIK, hasil tes tidak langsung diumumkan pada saat selesai tes, melainkan menunggu satu Minggu.
“Sebagai orangtua pada saat anak saya tes, pada saat bersamaan itu juga kita tau hasilnya ada di monitor LCD yang disediakan panitia. Anak saya urutan kedua dari 45 peserta,” katanya.
“Saya berharap kepada Kementerian supaya sistem yang transparan ditingkatkan, walaupun saya abaikan isu. Isu kalau siswa masuk IPDN ada titip-titipan gitu lah, ya itu yang saya dengar, ketika masuk ke tahap berikutnya,” tandasnya. (*/Ilung)