HIPMI Soroti HUT Ke-21 Kota Cilegon: Sukses Cilegonnya Sebelah Mana?

CILEGON – Kota Cilegon pada Senin 27 April 2020 kemarin memasuki usia 21 tahun sebagai daerah otonom yang mandiri dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan.

Namun di momen Hari Ulang Tahunnya kali ini, terus mengalir suara sumbang dan kritik dari berbagai kalangan terhadap lemahnya kinerja Pemerintahan Kota Cilegon, baik dari sisi birokrasi yang berbelit, kebijakan yang tidak pro-rakyat, lemahnya transparansi dan informasi anggaran, hingga rendahnya kualitas pembangunan.

Seperti yang disoroti oleh Sekretaris Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) BPC Kota Cilegon, Ismatulloh Ali. Menurutnya, di usia 21 tahun pembangunan daerah otonom ini, masih jauh tertinggal kualitasnya jika dibandingkan dengan daerah lain, termasuk dengan Kota Depok yang sama-sama terbentuk dari UU No.15/1999 sebagai daerah otonom baru.

“Saat ini Cilegon dengan julukan Kota Baja, kami nilai dan kami rasakan belum bisa disebut sukses. Kalau ada yang klaim sukses itu, masyarakat akan balik melontarkan pertanyaan, Sukses Cilegonnya sebelah mana? Kesuksesan dalam bidang dan dalam hal apa?” ujar Ismatulloh Ali, saat berbincang dengan wartawan, Selasa (28/4/2020).

Dikatakan pria yang akrab disapa Ismat ini, dari kajian menurut kacamata HIPMI, hingga di usia 21 tahun ini Pemerintah Kota Cilegon belum mampu membangun kemandirian ekonomi masyarakatnya.

“Sampai saat ini membangun kemandirian ekonomi rakyat itu hanya sebatas wacana, dan faktanya tidak mampu direalisasikan oleh pemerintah. Bagaimana program one village one product yang ada di RPJMD 2016-2021 Pemimpin Cilegon, sepertinya sulit dicapai. Pernah dibuat juga program dana bergulir Rp1 miliar satu kecamatan, tapi hanya gaung di awalnya saja. Capaian selanjutnya seperti apa, tidak jelas dan tidak terukur hasilnya,” ungkap Ismat.

Soal peluang usaha yang bersinergi dengan industri, HIPMI menilai selama ini Pemerintah Kota Cilegon tidak hadir untuk mendorong pengusaha lokal berdaya saing.

Disebutkannya, sampai saat ini tidak ada regulasi yang mengikat investasi masuk di Cilegon harus bersinergi dan transfer knowledge dengan pengusaha lokal.

“Beberapa pengusaha lokal kita yang cukup mapan dan sukses bersinergi dengan industri itu, langkahnya hanya karena kemandirian mereka dan komitmen baik para pengusaha itu. Bukan karena support pemerintah, apalagi jalan yang dibukakan oleh pemerintah. Yang ada selama ini, untuk urusan perizinan dan akses informasi saja, pengusaha lokal harus menemui birokrasi yang berbelit-belit dan berbiaya tinggi di Pemkot Cilegon,” keluh Ismat.

Dari sisi kualitas pembangunan ekonomi, HIPMI juga menilai tidak ada hal spesial yang telah dibangun oleh Pemkot Cilegon selama 21 tahun ini, kecuali hanya Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang juga menyisakan banyak masalah hukum.

“21 tahun Kota Cilegon tidak mampu membangun pasar modern yang bersih dan nyaman, Pasar Kranggot, Pasar Merak, hingga Pasar Kavling Blok F itu lihat saja kualitasnya. Penataan PKL dan UMKM, masih seketemunya dan tidak ada pembinaan yang serius. Ada akses ekonomi terbuka sejak dibangunnya JLS, tapi faktanya bukan untuk masyarakat Cilegon yang berkembang maju. Dunia usaha yang tumbuh di sepanjang JLS, lihat saja itu punya siapa? Apa masyarakat Kota Cilegon?” sindir mantan Caleg DPRD Cilegon dari Gerindra ini.

“Terlihat semua sumber-sumber daya yang bernilai ekonomis yang ada di Cilegon itu semua digarap oleh swasta. Pemerintah hanya memberi stempel saja, tapi pembangunan yang digarap pemerintah kualitasnya sangat memprihatinkan,” imbuhnya.

Dalam kesempatan momentum ini, HIPMI juga mengajak agar Pemkot Cilegon dengan birokrasinya bekerja sepenuh hati untuk mewujudkan Kota Cilegon yang maju dan berdaya saing. Visi Kota Cilegon Smart City, yang sempat digaungkan harus segera diwujudkan.

“Smart City itu semua akses dipermudah dan tidak ada lagi lokasi di Cilegon yang sulit dijangkau. Jangan sampai hanya berfikir proyek Bus Trans Cilegon di JLS, bangun shelter dan akhirnya hambur sia-sia, sementara masih ada jalan setapak yang hanya bisa dilalui warga Link Ciporong dan Tembulum di Pulomerak. Smart City juga, semua program kebijakan hingga anggaran pemerintah itu harusnya bisa diakses cepat dan transparan, itu jadi hak publik lho. Kenyataannya gimana sekarang, untuk publik bisa tahu soal anggaran pemerintah, website apa yang bisa kita akses?” tegas Ismat.

Ismat menutup obrolan soal Kota Cilegon ini, dengan kembali melempar pertanyaan sindiran kepada wartawan.

“Sebenarnya masih banyak pertanyaan masyarakat soal hal-hal yang sudah dilakukan pemerintah dalam hal pembangunan selama 21 tahun ini. Tapi pertanyaannya pasti bukan soal keberhasilan apalagi kesuksesan, tapi masih banyak hak-hak publik yang kurang dipenuhi oleh Pemerintah. Jadi, menyikapi 21 tahun Kota Cilegon ini, yang sederhana bisa kita ungkapkan, yaitu suksesnya Cilegon di sebelah mana?” pungkas Ismatulloh Ali. (*/Red/Angga)

Honda