Ironi Kota Baja; Investasi Tertinggi se-Banten, tapi Pengangguran Masih Tinggi
CILEGON – Kota Cilegon, yang dikenal sebagai Kota Industri, merupakan pusat industri besar dimana Kota ini dipenuhi oleh beragam industri, tidak hanya baja, yang menjadikan Cilegon sebagai salah satu pusat industri besar di wilayah Banten.
Bangunan-bangunan industri besar menjulang tinggi di kota yang terletak di bagian barat Pulau Jawa ini, menggambarkan derasnya aliran investasi yang masuk.
Pada Selasa (29/10), Kota Cilegon baru saja menerima penghargaan dari DPMPTSP Banten sebagai kota dengan realisasi investasi tertinggi.
Menurut data dari BPS dalam publikasi Indikator Ekonomi Provinsi Banten 2024, hingga semester I tahun ini, Cilegon berhasil menarik investasi asing senilai 1.215.628,5 ribu USD, ditambah investasi domestik sebesar Rp 1,3 triliun.
Namun, tingginya investasi tidak berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja lokal.
Data terakhir BPS Banten menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Cilegon mencapai 7,25 persen, atau sekitar 15.000an orang.
Menurut Pjs Wali Kota Cilegon Nana Supiana mengatakan, masih tingginya angka pengangguran di Kota Cilegon dipengaruhi oleh banyaknya warga dari luar daerah yang datang mencari kerja di Kota Cilegon.
“Pengangguran terbuka berkorelasi dengan jumlah pencari kerja, yang tidak hanya berasal dari Kota Cilegon, tapi juga pelamar dari luar Cilegon,” jelasnya pada Rabu (30/10/2024).
Ke depan, pemerintah kota berencana untuk menggalakkan pelatihan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industri guna mengurangi kesenjangan keterampilan tenaga kerja di Cilegon.
“Itu sudah menjadi strategi kami, menyesuaikan potensi tenaga kerja dengan teknologi yang dibutuhkan di industri,” tambahnya.
Meski demikian, ia berharap seiring dengan peningkatan investasi, tingkat pengangguran di Kota Cilegon dapat berkurang.
“Investasi seharusnya berbanding lurus dengan jumlah formasi tenaga kerja. Strategi kami adalah mendorong investasi untuk meningkatkan perekonomian sekaligus mengurangi pengangguran.” harap Nana.
Terpisah, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan, menyebutkan bahwa hal ini adalah fenomena di mana sebuah daerah kesulitan dalam mengasah keterampilan atau pemahaman teknologi pada tenaga kerja lokal.
Ia menekankan bahwa investasi asing membutuhkan tenaga kerja yang memiliki pemahaman teknologi agar investasi yang tinggi sejalan dengan peningkatan partisipasi kerja.
“Tenaga kerja di suatu daerah perlu memahami kebutuhan pasar. Di sinilah peran pemerintah daerah dibutuhkan untuk memberikan pelatihan yang sesuai,” ujarnya.
Nurul menambahkan, kesenjangan keterampilan ini membuat tenaga kerja lokal tidak bisa sepenuhnya terserap oleh industri yang membutuhkan keterampilan teknologi tinggi.
“Investasi masuk, tetapi tenaga kerjanya tidak terserap karena tidak sesuai antara kebutuhan industri dengan ketersediaan tenaga kerja. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita,” tutupnya. (*/Ika)