Kasus Kekerasan Seksual Anak di Cilegon Masih Tinggi, GMNI Desak Pemkot dan DPRD Tak Tutup Mata
CILEGON – Lonjakan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kota Cilegon memantik keprihatinan kalangan aktivis perempuan muda.
Berdasarkan data Polres Cilegon, Sepanjang Januari hingga September 2025, tercatat 48 kasus pelecehan seksual, hanya berselisih satu kasus lebih rendah dibanding tahun 2024 yang mencapai 49 kasus.
Sebagian besar korbannya masih berusia di bawah 17 tahun, dengan bentuk kekerasan berupa persetubuhan dan sodomi.
Ketua Sarinah GMNI Cilegon, Novi Hani Safitri, menilai maraknya kasus ini menjadi sinyal lemahnya pengawasan terhadap anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun dunia digital.
“Ini bukan cuma soal moral pelaku, tapi juga kegagalan sistem pengawasan sosial kita. Anak-anak terlalu mudah mengakses konten porno dan kekerasan dari media sosial tanpa pengendalian,” ujarnya, Selasa (14/10/2025).
Menurut Hani, pencegahan kekerasan seksual anak tidak bisa hanya dibebankan kepada aparat penegak hukum.
Ia mendesak Pemkot Cilegon, DPRD, Dinas Pendidikan, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk turun tangan bersama.
“Pemerintah harus tegas membentuk tim lintas sektor untuk menangani kekerasan seksual anak secara terpadu. Ini sudah darurat sosial, tidak bisa ditunda,” tegasnya.
Senada, Sekretaris Sarinah GMNI Cilegon, Winda Aini Rohmah, menyoroti minimnya edukasi seksualitas dan literasi digital di sekolah. Ia menyebut, banyak anak yang tidak memahami batasan tubuh dan hubungan sosial yang sehat karena tidak mendapat bimbingan yang benar.
“Anak-anak tahu soal seks dari media sosial, bukan dari pendidikan yang tepat. Sudah waktunya kurikulum di Cilegon memasukkan pendidikan seksualitas dasar dan etika digital,” kata Winda.
Sebagai tindak lanjut, Sarinah GMNI Cilegon berencana menggelar kampanye kesadaran digital dan perlindungan anak di sekolah dan komunitas.
“Kita tidak bisa diam. GMNI akan turun langsung ke masyarakat untuk memberikan penyadaran, supaya anak-anak kita terlindungi dari bahaya kekerasan seksual dan pengaruh media destruktif,” tambah Hani. (*/Ika)

