Honda Slide Atas

Nelayan Akan Demo Pemkot Cilegon, Tuntut Transparansi Kebijakan Soal Pesisir Hingga Minta Dibuatkan Pelabuhan Perikanan 

 

CILEGON – Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (DPC HNSI) Kota Cilegon bersama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang tergabung dalam Aliansi Pejuang Maritim menyatakan siap menggelar aksi demonstrasi Kamis (6/11/2025) besok.

Aksi yang rencananya akan digelar di Landmark Kota Cilegon dan berakhir di Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon ini adalah bentuk protes nelayan terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro kepada nelayan.

Ketua DPC HNSI Kota Cilegon, Supriyadi menyebutkan bahwa aksi ini merupakan bentuk solidaritas dan kekecewaan para nelayan terhadap pemerintah daerah yang dinilai belum menunjukkan keseriusan dalam melindungi nasib dan keberlanjutan hidup para nelayan.

“Kami sudah cukup bersabar. Kalau pemerintah tetap menutup mata terhadap aspirasi kami, maka kami akan turun ke jalan,” tegasnya.

Menurut Supriyadi, sedikitnya 500 orang nelayan akan ikut serta dalam aksi tersebut.

Mereka akan membawa berbagai alat peraga seperti perahu nelayan, mobil komando, pengeras suara, spanduk, dan poster berisi tuntutan serta pesan moral bagi pemerintah.

Aksi ini, katanya, bukan hanya soal hak nelayan, tetapi juga menyangkut keberlanjutan lingkungan pesisir yang kini terancam.

Dalam surat pemberitahuan yang ditujukan kepada Pemkot Cilegon, Aliansi Pejuang Maritim menegaskan tiga tuntutan utama.

Pertama, mendesak pemerintah kota segera melengkapi peraturan daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2021 melalui peraturan wali kota yang mengatur perlindungan nelayan.

“Tahun 2021 sudah ada Perda yang seharusnya menjadi payung hukum bagi nelayan, tapi sampai hari ini implementasinya masih mandek. Pemerintah jangan hanya membuat aturan di atas kertas,” ujarnya.

Tuntutan kedua, kata Supriyadi, meminta Wali Kota Cilegon untuk merealisasikan aspirasi pembentukan OPD khusus yang menangani sektor kelautan dan perikanan di daerah.

Menurutnya, tanpa lembaga teknis yang fokus, berbagai persoalan nelayan seperti bantuan alat tangkap, sarana pelabuhan, dan pengelolaan sumber daya laut akan terus terbengkalai.

“Sudah saatnya Cilegon punya Dinas Kelautan sendiri. Kota ini punya potensi maritim yang besar, tapi selama ini seolah dibiarkan tanpa arah kebijakan yang jelas,” tuturnya.

Tuntutan ketiga yang tak kalah penting adalah meminta pemerintah menindaklanjuti rencana pembangunan pelabuhan perikanan di wilayah pesisir Cilegon. Supriyadi menilai rencana ini terlalu lama mandek di meja birokrasi tanpa kepastian.

Padahal, pelabuhan tersebut diharapkan menjadi pusat kegiatan ekonomi nelayan sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat pesisir.

“Nelayan butuh tempat sandar yang layak, tempat pelelangan yang memadai, dan fasilitas untuk memperkuat ekonomi kami. Tapi sampai sekarang janji itu belum juga direalisasikan,” kata Supriyadi dengan nada kecewa.

Lebih jauh, Supriyadi juga menyoroti proyek reklamasi yang marak terjadi di pesisir Kota Cilegon.

Ia menilai, proyek-proyek tersebut kerap dilakukan tanpa memperhatikan dampak ekologis dan sosial terhadap kehidupan nelayan tradisional.

“Reklamasi di pesisir Cilegon semakin menggusur ruang hidup kami. Wilayah tangkapan ikan makin sempit, ekosistem pesisir rusak, sementara kompensasi bagi nelayan tak pernah jelas. Ini salah satu alasan kami menuntut perlindungan nyata dari pemerintah,” tegasnya.

Menurutnya, reklamasi yang tidak terencana dengan baik berpotensi mematikan mata pencaharian ribuan nelayan lokal.

Ia menilai Pemkot Cilegon perlu transparan dalam memberikan izin kegiatan di wilayah pesisir serta melibatkan masyarakat pesisir dalam setiap proses pengambilan keputusan.

“Kami tidak anti pembangunan, tapi jangan korbankan laut dan nelayan demi kepentingan investasi. Pemerintah seharusnya menyeimbangkan antara pembangunan dan keberlanjutan,” ujar Supriyadi.

Aksi yang akan digelar pada 6 November nanti disebut sebagai puncak dari kekecewaan nelayan setelah serangkaian dialog dan surat permintaan audiensi tidak mendapatkan respons yang memadai.

“Kami sudah berulang kali menyurati Pemkot, tapi tak ada kejelasan. Maka kami memilih jalan ini,” ucapnya.

HNSI menegaskan, aksi ini akan tetap berlangsung damai dan tertib. Namun, mereka tidak menutup kemungkinan untuk menggelar aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak segera dipenuhi.

“Kami ingin pemerintah mendengar. Kalau tetap diam, kami akan kembali dengan massa yang lebih besar,” pungkas Supriyadi.

Surat pemberitahuan aksi ini juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Gubernur Banten, Wali Kota Cilegon, serta Ketua DPRD Kota Cilegon sebagai bentuk keseriusan gerakan nelayan Cilegon dalam memperjuangkan hak dan masa depan pesisir. (*/ARAS)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien