Pengelola Zakat di Masjid Kampung Harus Dapat Izin dari KUA, PCNU Cilegon Beri Solusi

DPRD Pandeglang Adhyaksa

CILEGON – Adanya regulasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang mengatur integrasi pengelolaan zakat dengan menempatkan BAZNAS sebagai koordinator. Dimana masyarakat para pengelola zakat perlu memahami lahirnya regulasi tersebut.

Meski penataan zakat yang dimaksud bertujuan untuk menjadikan amil zakat lebih profesional, memiliki legalitas secara yuridis formal dan mengikuti  sistem pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat.

Namun, perubahan BAZDA menjadi BAZNAS, dan BAZDA Kecamatan menjadi UPZ (Unit Pengumpul Zakat), dan mungkin kurangnya melakukan sosialisasi kepada Organisasi Pengelola Zakat atau Lembaga Amil Zakat (LAZ- LAZ) tradisional di masjid-masjid perkampungan.

LAZ di perkampungan yang seharusnya beradaptasi dan menyesuaikan, namun banyak yang belum mengetahui akan regulasi itu, terkait dengan persyaratan lembaga, perizinan, dan hak Amilinnya.

Seperti yang diutarakan oleh Ketua DKM Masjid Jami’ Al Furqon, Palas, Ustadz Rosihin, kepada faktabanten.co.id, Kamis (7/6/2018) malam.

“Setiap tahun kan Masjid Al-Furqon membuka zakat bagi masyarakat yang hendak menyalurkan zakatnya. Tapi katanya sekarang harus izin ke kecamatan, tadi udah nanya katanya harus ke KUA, terus lagi katanya Amilin gak boleh menerima hak nya kalau gak ada izin. Tapi kenapa gak ada pemberitahuan ke kita?” ungkap Ustadz Rosihin.

Sementara itu, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Cilegon KH Hifdullah, ketika dimintai tanggapannya terkait persoalan Zakat ini, pihaknya membenarkan sudah berlakunya regulasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 yang telah diberlakukan oleh pemerintah tersebut.

“Memang benar Undang-undang itu sudah berlaku, harus ada izin dari Kementerian Agama, BAZDA atau KUA kecamatan setempat. Jadi zakat itu untuk 8 golongan, pada Zakat Syar’i pengurusnya harus ditetapkan pemerintah,” terang KH Hifdullah.

Loading...

Ia menjelaskan Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 60 yang menjadi dasar dari pengelolaan zakat;

ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕُ ﻟِﻠْﻔُﻘَﺮَﺍﺀِ ﻭَﺍﻟْﻤَﺴَﺎﻛِﻴﻦِ ﻭَﺍﻟْﻌَﺎﻣِﻠِﻴﻦَ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﻭَﺍﻟْﻤُﺆَﻟَّﻔَﺔِ ﻗُﻠُﻮﺑُﻬُﻢْ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟﺮِّﻗَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟْﻐَﺎﺭِﻣِﻴﻦَ ﻭَﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﺑْﻦِ ﺍﻟﺴَّﺒِﻴﻞِ ۖ ﻓَﺮِﻳﻀَﺔً ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ۗ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠِﻴﻢٌ ﺣَﻜِﻴﻢٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat yang ditetapkan, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Lebih lanjut KH Hifdullah juga memaparkan soal pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh LAZ tradisional yang belum terdaftar oleh pemerintah ini memang tidak perbolehkan mengambil hak Amilinnya, dengan merujuk pada fiqih yang berlaku.

“Yang kedua Zakat Swakarsa, ya seperti LAZ tradisional di masjid perkampungan ini, tadi sudah kita rapatkan dengan pengurus DKM. Ini juga boleh, cuma tidak boleh menerima hak Amilinnya. Dasarnya merujuk fiqih Empat Mahzab termasuk Imam Syafe’i yang menetapkan demikian, ditambah adanya Undang-undang ini,” papar KH Hifdullah.

Meski demikian, pihaknya selaku Ketua PCNU Kota Cilegon, dimana Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlotul Ulama (LAZIS NU) yang sudah menerima Izin atau SK Bernomor 255 Tahun 2016 dari Kementerian Agama RI, menawarkan solusi kepada para Ketua DKM di Kota Cilegon yang biasa mengelola zakat, supaya tetap bisa menerima hak Amilinnya dengan menyalurkan zakatnya melalui LAZIS NU.

“Ada 14 Yayasan atau Lembaga yang diberi SK oleh Kementerian Agama, diantaranya BAZNAS, LAZIS Muhammadiyah dan LAZIS NU. Jadi bagi LAZ DKM di Masjid Perkampungan yang ingin bisa tetap menerima hak Amilinnya, kalau belum mendapat izin dari KUA, silahkan salurkan melalui LAZIS NU Cilegon. Kan kasihan para Amilin ini pasti perlu biaya akomodasi seperti beli plastik dan tenaga untuk menyampaikan kepada yang penerima Zakat,” tandasnya.

Suatu solusi yang tepat kiranya apa yang dilakukan oleh Ketua PCNU Kota Cilegon ini, bila melihat kurang maksimalnya upaya sosialisasi yang dilakukan BAZDA atau KUA kecamatan-kecamatan di Cilegon kepada masyarakat luas. Solusi ini juga mungkin perlu diapresiasi, mengingat Cilegon merupakan basis Nahdliyin. (*/Ilung)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien