Pilkada Calon Tunggal, Bukti Partai Politik Oportunis dan Pragmatis

CILEGON – Tahun 2018 ini terdapat beberapa daerah yang akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Banten.

Ada 3 yang berpotensi akan melakukan Pilkada calon tunggal vs kolom kosong, daerah tersebut adalah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kabupaten Lebak.

Fenomena calon tunggal saat Pilkada mendapat tanggapan dari Peneliti Politik LIPI, Dr Lili Romli, yang menilai bahwa Indonesia sebagai Negara demokrasi terbesar ke 3 di dunia mengalami kemunduran sebagai Negara demokrasi.

Fenomena calon tunggal menunjukan bahwa partai politik tidak melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik. Mereka (Parpol-red) tidak mempromosikan kader terbaiknya untuk maju di Pilkada.

Menurut Lili Romli, ada beberapa faktor munculnya fenomena calon tunggal. Pertama, partai politik bersikap pragmatis. Sikap tersebut menular antar partai politik. Partai ingin menang dalam Pilkada. Calon Kepala Daerah yang berpotensi menang dan memiliki logistik yang mumpuni akan memborong partai dalam satu koalisi, sehingga menciutkan lawan yang akan maju.

“Sikap oportunis dan pragmatisme ini yang akan membahayakan kelangsungan demokrasi di Indonesia,” ujarnya.

Kedua, gagalnya kaderisasi oleh partai politik. Kegagalan kaderisasi oleh partai partai politik melahirkan ketidak mampuan parpol untuk mencalonkan kader terbaiknya untuk berkompetisi dan kontestasi di Pilkada.

Menurut Romli, adanya kolom kosong menunjukan bahwa demokrasi kita mengalami devisit. Terdapat 12 Partai politik yang mengikuti kontestasi. 12 partai di daerah menunjukan kegagalan implementasi demokrasi yang baik bila menghasilkan Pilkada vs kolom kosong.

“Kota Tangerang misalnya, seharusnya lebih maju dan kritis dibandingkan daerah lainnnya, karena kota dan pemikirannya sudah maju. Tapi Pilkadanya melawan kota kosong,” ungkap Lili Romli, saat ditemui di sela-sela acara Seminar Politik di Cilegon, Selasa (30/12018).

Ia menambahkan, seharusnya 12 partai di daerah itu bisa mengusulkan calon-calon yang lain, sehingga masyarakat mempunyai plihan, tidak terkooptasi pada satu pilihan.

“Ini kan ada 12 Parpol, kecuali 3 atau 2 parpol, masa nggak ada kader terbaiknya untuk dicalonkan,” imbuh Romli.

UU Baru Menyulitkan Parpol Mengusung Calonnya di Pilkada

Dilansir dari cnnindonesia.com, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi menganggap syarat pencalonan kepala daerah begitu berat. Hal itu berdampak pada jumlah pasangan calon kepala daerah tunggal banyak terjadi di sejumlah daerah pada Pilkada serentak tahun ini.

Syarat berat yang dimaksud Pramono, yakni mengenai persyaratan kepemilikan minimal 20 persen kursi di DPRD, dan persentase kepemilikan 25 persen dari total jumlah suara sah.

Syarat bagi calon perorangan juga dianggap Pramono begitu berat, yakni harus mendapat dukungan 6,5 sampai 10 persen dari jumlah total calon pemilih.

Syarat-syarat yang dinilai Pramono berat itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota tepatnya pada Bab VII Pendaftaran Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota.

“Ini adalah akumulasi dari berbagai syarat yang dinilai cukup berat sebagai calon di Pilkada,” kata Pramono.

Akan tetapi, Pramono tetap menganggap munculnya paslon tunggal merupakan hal yang memprihatinkan. Terlebih jika paslon tunggal meningkat dari Pilkada serentak tahun sebelumnya.

“Esensi dari kontestasi politik menjadi nihil,” kata Pramono. (*/Cholis)

PUPR Bhakti PU
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien