Titip Tanda Tangan Saat Paripurna, Praktisi Sebut Dugaan Mall Administrasi Produk Hukum DPRD Cilegon 

BI Banten Belanja Nataru

 

CILEGON – Kehadiran anggota DPRD Cilegon yang menitipkan tandatangan pada rapat pengambilan keputusan penetapan Raperda menjadi Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD th 2022 dan Paripurna Persetujuan penetapan Raperda menjadi Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah
menurut praktisi hukum Perlu ditindak tegas jika terindikasi adanya dugaan mall administrasi.

Menurut praktisi hukum asal Kota Cilegon Bahtiar Rifa’i sekaligus Direktur Lembaga Konsultasi dan Batuan Hukum Forum Pemerhati Pembangunan (LKBH FPP) bahwa, sebuah produk hukum itu sah atau tidak dalam pembuatannya dapat ditinjau salah satunya dari aspek kewenangan lembaga.

Misalkan, DPRD berdasarkan UU Pemerintahan Daerah No.19 Tahun 2015 memiliki kewenangan salah satunya membuat prodak hukum berupa Perda (legislasi)

Maka, jika lembaga tersebut membuat dan mengeluarkan Perda, tentu sah-sah saja karena dasar kewenangannya yang disebutkan di atas.

Pijat Refleksi

Namun, terkait proses pembuatannya jika diduga terjadi mal administrasi seperti ditemukannya fakta produk tersebut dibuat tidak berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang tatacara pembentukan peraturan perundang undangan dan aturan pelaksananya termasuk didalamnya PP No.12 tahun 2018, maka anggota dewan yang terlibat dalam penetapan dan atau pengesahan Perda tersebut sudah dipastikan telah melanggar Etik berat dan harus ditindak tegas.

“Kalau melanggar etika berat ya harus ditindak oleh MKD, karena secara tidak langsung DPRD telah dibajak oleh oknum,” ujar praktisi muda ini, Rabu (2/8/2023) lalu.

Kemudian sambung Bahtiar, untuk melihat produk hukum itu sah atau tidak, dapat dilihat dari kewenangan lembaga tersebut apakah berhak atau tidak mengeluarkannya, seperti legislasi/produk hukum berupa Perda adalah kewenangan DPRD dan UU adalah kewenangan DPR.

Selama prodak hukum itu dikeluarkan oleh lembaga legislatif tersebut sah, walaupun dalam prosesnya diduga banyak penyimpangan sehingga produk yang dikeluarkan terlihat kacau karena banyak melanggar azas hukum seperti bertabrakan dengan aturan yang lain dan selevel atau yang lebih tinggi (tidak ada harmonisasi) sebagaimana amanat UU No. Tahun 2011 tentang tatacara pembuatan peraturan perundang undangan.

“Produk hukum Perda adalah produk hukum dibawah Undang-Undang. Jika dalam pembuatannya terjadi mall administrasi dan secara substansi tidak harmonis dengan peraturan yang ada terutama Undang-Undang, maka dapat dibatalkan dengan mengajukan judicial review (uji materil) ke Mahkamah Agung berdasarkan Pasal 31 UU No. 14 tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.” tutup Bahtiar. (*/Wan)

PJ Gubernur Banten
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien