Warga Cilegon Duga Tambang Pasir Bawa Bencana Banjir
CILEGON – Keberadaan tambang-tambang pasir di bagian Selatan Kota Cilegon menjadi kekhawatiran sendiri akan kondisi lingkungan di Cilegon, terlebih saat musim penghujan tiba.
Seperti yang diungkapkan oleh Ketua DPD Himpunan Pemuda Al-Khairiyah (HPA) Kota Cilegon Ismatullah, kepada faktabanten.co.id, Sabtu (3/11/2018).
“Kalau tambang pasir itu tidak disetop atau setidaknya dibatasi aktivitasnya, saya khawatir pada musim hujan nanti, banjir di Cilegon makin parah. Karena kawasan perbukitan menjadi kawasan serapan air, terlebih dengan pohon-pohonnya yang tumbuh. Kalau bukit dibabat kan bukan jadi bukit lagi dan tandus,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ismat juga menyayangkan dengan kurang tegasnya Pemkot Cilegon dan Pemprov Banten terhadap aktivitas tambang pasir. Padahal menurutnya, peristiwa banjir pada beberapa tahun belakangan di Kota Cilegon yang terus meluas, disinyalir karena rusaknya alam di bagian Selatan Cilegon akibat banyaknya aktivitas tambang pasir.
“Kami kira perlu ada ketegasan dari pemerintah yang memiliki otoritas, terhadap para pelaku tambang pasir itu. Sebab kalau ini tidak kunjung dilakukan ya lihat saja nanti saat musim hujan datang. ‘Piraku’ mereka tidak tahu ratusan truk tronton menangkut pasir keluar Cilegon? Perlu ada pembatasan, pasir dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur, tapi kan harusnya untuk kebutuhan lokal Cilegon saja,” tegasnya.
Selain itu, Ismat juga berharap ada upaya dari masyarakat Cilegon yang tinggal di area tambang pasir untuk kritis, karena dengan adanya tambang pasir secara tidak langsung, juga merusak lahan pertanian milik warga.
“Jika pemerintah dan masyarakat sekitar tidak peduli pada lingkungan, DPD HPA dalam waktu dekat ini akan mengadakan seminar terkait tentang lingkungan dan dampak negatif tambang pasir,” ujarnya.
Sementara itu, dari pantauan langsung faktabanten.co.id, aktivitas tambang pasir masih terus berjalan. Bahkan parahnya, para pelaku tambang ini secara terang-terangan memasang plang “Jual Pasir Ayak” di sisi Jalan Lingkar Selatan.
Seperti tambang pasir yang berada di kawasan Cibeber perbatasan Kelurahan Karang Asem dan Kalitimbang yang menurut warga sekitar dimiliki oleh Wempy. Ketika ditelusuri, pengelola tambang, Uri membenarkan. Bahkan janggalnya, ia mengaku hanya mengurus izin tambang pasir itu ke pihak kelurahan dan kecamatan setempat saja.
“Lahan ini luasnya 3 hektar, ini mah buat perataan lahan saja kang,” kilahnya, seperti alasan klasik para penambang pasir lainnya.
“Punya Pak Wempy. Yang ngurus-urus izin Pak Handoyo, saya disini yang jagain lahan ini punya bos orang Jakarta,” tambahnya.
Dengan demikian, perlu kiranya ada ketegasan dari pihak pemerintah dalam mengevaluasi aktivitas tambang pasir yang sudah berjalan sejak dibangunnya JLS. Selain itu, perizinan tambang juga perlu adanya perhatian khusus agar bisa sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*/Ilung)
[socialpoll id=”2521136″]