Telaah RUU Pemilu, JRDP Banten Sebut Ada 4 Isu Krusial yang Layak Diperdebatkan
SERANG – Badan Pekerja Jaringan Rakyat untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP) mulai menelaah materi yang terkandung dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang kini tengah dibahas DPR RI. JRDP membagi dua kluster pembahasan atas RUU dimaksud. Pertama yang berkaitan dengan aspek politik elektoral, dan kedua mengenai penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu. Kajian atas RUU Pemilu itu akan dirampungkan JRDP paling cepat pada awal bulan Agustus mendatang.
Pada aspek politik elektoral, JRDP sekiranya menemukan ada empat isu krusial yang layak diperdebatkan publik. Karena materi yang terkandung dalam RUU ini akan mempengaruhi perkembangan demokrasi serta dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Pertama soal keserentakan pemilu nasional dan lokal. Kedua, mengenai pilihan sistem pemilu dengan proporsional terbuka atau proporsional tertutup. Berikutnya ketiga mengenai parliamentary threshold yang dalam RUU ini ditetapkan sebesar 7 persen. Parliamentary threshold atau ambang batas parlemen adalah batas bawah perolehan suara partai politik agar bisa masuk parlemen. Keempat, yaitu tentang presidential threshold mencapai 20 persen kursi di DPR atau 25 persen akumulasi raihan suara nasional. Keempat isu inilah yang akan menjadi tarikan kepentingan para elit politik. JRDP hanya akan menelaah dari perspektif publik,” kata Ade Buhori, Korda JRDP Kabupaten Lebak, usai menghadiri kajian Reboan, di Sekretariat JRDP, Kota Serang, Rabu (10/6/2020).
Ade menuturkan, selama kajian isu menarik yang menjadi bahan perdebatan adalah mengenai sistem pemilu. Proporsional tertutup dituding sebagai upaya mengembalikan kondisi oligarki parpol yang pernah dipraktekkan oleh rezim Orde Baru.
Disisi yang lain, proporsional terbuka, diyakini sebagai penyebab utama dari maraknya praktek politik uang yang terjadi selama proses tahapan pemilu berlangsung. Ade menjelaskan, apapun pilihan sistem pemilu yang akan diterapkan, tentu akan berdampak terhadap teknis kepemiluan serta beban kerja KPU dan Bawaslu.
Badan Pekerja JRDP Anang Azhari menambahkan, jika dibaca 741 pasal yang terkandung dalam draft RUU Pemilu, tidak ada satupun pasal yang berubah mengenai lembaga penyelenggara pemilu. Padahal, Pemilu 2019 lalu menimbulkan banyak evaluasi bagi internal KPU, Bawaslu, dan DKPP.
“Agar pembahasan RUU Pemilu ini komprehensif, JRDP mengusulkan kepada DPR dan pemerintah untuk juga fokus bicara mengenai penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu,” ujar Anang.
“Misalkan bagaimana Bawaslu diperkuat kewenangannya dalam menangani sengketa administrasi dan pidana pemilu, di sisi KPU misalkan bagaimana agar mereka diberi kekhususan untuk mengurusi daftar pemilih. Pada wilayah DKPP, kami menilai perlu ada pembatasan yang jelas ihwal apa yang dimaksud dengan pelanggaran etik para penyelenggara pemilu. Mulai Rabu depan, kami akan secara tematik membahas RUU ini dengan menghadirkan para pihak yang kompeten. Semoga Agustus selesai, dan hasilnya bisa segera kami diskusikan dengan Komisi II DPR RI,” sambungnya. (*/JL)