DKP Banten Bangun Breakwater di Pelabuhan Perikanan Cikeusik
PANDEGLANG – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten telah melaksanakan pembangunan Breakwater di pelabuhan perikanan, akan tetapi proses pembangunan tersebut belum memenuhi standar seperti yang dipersyaratkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Noor 8 Tahun 2012 tentang Kepelabuhan Perikanan.
Namun keberhasilan dalam pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan serta optimalisasi dan operasionalnya merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan sektor kelautan dan perikanan dari indikator kinerja perikanan tangkap.
“Ini yang menjadi dasar kebijakan arah pembangunan kelautan dan perikanan Provinsi Banten dalam merevitalisasi dan membangun fasiltas pokok Pelabuhan Perikanan salah satunya berupa Pembangunan Breakwater Pelabuhan Perikanan Cikeusik,” kata Eli Susiyanti Kepala DKP Provinsi Banten.
Lanjut ia menyampaikan, Breakwater adalah fasilitas pokok dan prasarana yang dibangun di suatu pelabuhan untuk kepentingan memecahkan gelombang/ombak dengan menyerap sebagian energy gelombang.
Pemecah gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus garis pantai dalam rangka penanggulangan gelombang tinggi serta ketersediaan kolam labuh di pelabuhan perikanan sehingga kapal dapat bersandar dan berlabuh di pelabuhan dengan lebih mudah, cepat, dan aman.
Lanjut ia menjelaskan, bahwa pembangunan Breakwater di Pelabuhan Perikanan Cikeusik agar dapat berdaya guna optimal seperti yang direncanakan sesuai masterplan, pada sisi kiri akan dibangun breakwater sepanjang 320 m dengan lebar 3 m, sementara itu pada sisi kanan dibangun sepanjang 496 m dengan lebar 4 m.
“Proses pembangunan breakwater sisi kiri dibangun melalui 2 tahap pada tahun 2021 dan 2022. Untuk Breakwater sebelah kanan juga akan dibangun melalui 2 tahap, dimana tahap 1 pada tahun 2022 sepanjang 160 meter, dan sisanya sepanjang 360 meter akan dituntaskan pada tahap 2 yaitu pada tahun 2023,” terangnya
Selain itu, fungsi breakwater sisi kanan terlepas dari pekerjaan yang baru selesai di tahap I, saat ini sudah berfungsi selayaknya breakwater walaupun menyisakan beberapa pertanyaan dari hasil pengamatan visual langsung terkait permukaan elevasi breakwater yang tidak rata.
“Menurut tim teknis DKP, konstruksi breakwater yang diterapkan membutuhkan waktu untuk pematangan konstruksi melalui masa pemadatan secara alami berdasarkan berat sendiri dan karakter alam sekitarnya, finishing pekerjaan menggunakan hamparan batu belah mengakibatkan permukaan breakwater terlihat tidak rata dan bergelombang,” ujarnya
Tidak hanya itu, untuk menyikapi lapisan pasir di dasar konstruksi breakwater yang bersifat fluktuatif dan berubah, pada saat pelaksanaan untuk lapisan dasar menggunakan material ukuran 500-1000 Kg sebagai dasar.
Kemungkinan konstruksi mengalami penurunan masih tetap akan terjadi dan derajat penurunan di setiap titik mungkin saja tidak sama sehingga menimbulkan ketidaksamaan elevasi.
Menurutnya, untuk antisipasi lain adalah dengan penempatan tetrapod di sebelah kiri dan kanan dengan jumlah paling banyak di sebelah kanan karena sisi luar kanan yang akan menerima hantaman ombak secara langsung.
“Hasil dari pada pengamatan melalui konsultan individu yang dilakukan pada waktu sore, bahwa gelombang laut disertakan gelombang angin kencang, saat itu cipratan air laut. dikarenakan ombak terbelah oleh benturan batu tetrapod sehingga ombak menyiratkan air akibat membentur tetrapod,” ungkapnya.
Pihaknya menyampaikan adanya breakwater di pelabuhan perikanan cikeusik ini, sehingga kapal-kapal nelayan yang berlabuh menjadi aman dari terjangan ombak besar. Oleh karena itu keberadaan breakwater tersebut bisa dirasakan manfaatnya, apalagi pada saat cuaca buruk seperti musim angin selatan, ombak besar itu bisa terhalang dan tidak sampai menerjang kapal ikan yang berada di sekitar pelabuhan.
“Bangunan breakwater di pelabuhan perikanan cikeusik ini dapat dijadikan tempat wisata bahari, dan perekonomian masyarakat sekitar dapat bergeliat dan menimbulkan multiplayer effect bagi pertumbuhan sektor ekonomi nelayan serta meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD),” tuturnya. (*/Oriel)