Korupsi Hibah Ponpes, Mahasiswa Desak Kejati Periksa Ketua dan Anggota Banggar DPRD Banten

SERANG – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Soedirman 30 gelar aksi protes di kantor DPRD Provinsi Banten pada Jumat, (11/6/2021).

Kedatangan mereka untuk mempertanyakan peran Komisi V dan Badan Anggaran DPRD Banten dalam kasus hibah Pondok Pesantren yang belakangan ini santer disoroti elemen masyarakat.

Koordinator KMS 30, Fikri Maswandi mengatakan bahwa mekanisme hibah merujuk pada Pergub Banten Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Banten.

“Wajib memenuhi syarat administrasi dan fisik sebagai penerima hibah, sehingga dapat dikatakan layak dan bertanggung jawab dalam mengelola dana hibah menurut hukum. Tetapi, pada kenyataanya, Pondok pesantren fiktif juga mewarnai kasus tersebut,” ujarnya disela-sela aksi.

Ia mengatakan pola korupsi yang kadaluwarsa itu seperti pengulangan sejarah pada 10 tahun yang lalu. Namun, kata dia, kasus itu merupakan kefasiqan yang memakai kedok agama.

“Kami meminta kepada Kejati Banten agar berani menyelidiki sejumlah orang yang diduga terlibat menjadi pengepul pemotongan dana hibah pondok pesantren tahun 2018 dan 2020,” katanya.

Pijat Refleksi

Ia menuturkan, pihaknya menagih keterangan Gubernur Banten sebagai penanggungjawab atas kebijakan hibah ponpes. Selain itu, Sekretaris Daerah sebagai Ketua TAPD, serta pihaknya juga meyakini kasus korupsi itu telah membuat ke lembaga perwakilan rakyat.

“Kami mempertanyakan bagaimana kinerja Komisi V DPRD Banten dan Badan Anggaran DPRD Banten,” tegasnya.

“Peran Banggar DPRD Banten dalam memuluskan kebijakan Hibab Pondok Pesantren yang saat ini banyak terjerat kasus korupsi sangatlah besar. Hal itu justru harus menjadi perhatian khusus oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kejati Banten,” sambungnya.

Menurutnya, dalam meloloskan kebijakan itu pihak eksekutif yakni Gubernur-Wagub dan tim TAPD terlebih dahulu harus meminta persetujuan dari pihak DPRD Banten.

“Dalam proses ketuk palu itu, mustahil pihak DPRD tidak mengetahui proses penganggaran kebijakan hibab Ponpes itu. Terlebih dewan punya fungsi budgeting dan controling. Oleh karena itu, dalam proses perjalanan kebijakan Hibah ponpes yang hari ini pesakitan gara-gara dikorupsi oleh sejumlah pihak. Kami menduga ada peran besar dari ketua hingga anggota Banggar DPRD Banten,” ungkapnya.

Pihaknya pun mendesak agar Kejati Banten memanggil ketua hingga anggota Banggar DPRD Banten. Apabila hal itu tidak dilakukan, lanjut dia, kinerja Kejati Banten wajib dipertanyakan.

“Karena perlu diketahui dalam kasus hibah ini, Kejati hanya menangkap dan menyelidiki pejabat-pejabat tingkat rendah bukan pejabat-pejabat perumus kebijakan,” tukasnya. (*/Roel)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien