Pembina JPM Banten Sebut Komitmen Kebangsaan Bisa Cegah Politik Identitas Jelang Pemilu 2024
SERANG – Pembina Jejaring Panca Mandala (JPM) Provinsi Banten, Embay Mulya Syarief menyebut, adanya praktik politik identitas berpotensi merusak pesta demokrasi pada gelaran Pemilu 2024 mendatang.
“Peristiwa tahun 2019 rusuh karena politik identitas itu saling mengkafirkan, Karna pemilu itu acara rutin 5 tahunan biasa ajalah ya, kita ini bangsa Indonesia yang beragam, berapa etnis kita ribuan etnis. Kalau menggunakan politik identitas bubar negara ini,” ujar Embay Mulya Syarief kepada wartawan usai kegiatan dialog kebangsaan di salah satu hotel Kota Serang, pada Kamis, (30/11/2023).
Dalam praktik politik identitas, umumnya digunakan sebagai sebuah kendaraan yang membawa sebuah aspirasi tertentu, termasuk juga sebuah tuntutan kepentingan politik dan ideologi politik tertentu.
Langkah-langkah dalam praktik politik identitas tentunya untuk menggerakkan aksi-aksi dan mampu meraih tujuan politik tertentu dengan mengkapitalisasi keuntungan kesamaan identitas seperti pada ras, suku bangsa, bahasa, adat dan lain sebagainya.
“Harus dipahami dan generasi ini yang akan berperan di Indonesia emas 2045, kalau saya udah tidak ada ya kalian semua generasi muda ini harus dibekali ideologi Pancasila kesepakatan, kesepakatan yang disepakati untuk jadi dasar negara, melanggar kesepakatan hukumnya munafik dalam ajaran islam jelas orang yang melanggar kesepakatan itu berkhianat,” tegasnya.
Embay mengaku bahwa salah satu upaya pencegahan politik identitas yang memiliki potensi terus meluasnya adalah melalui cara penguatan moderasi agama di tengah masyarakat termasuk kalangan mahasiswa.
Baginya, penguatan moderasi beragama memiliki tujuan untuk bisa menegaskan bahwa kerukukan bukanlah sebuah hal yang bisa diwujudkan dengan cara yang mudah.
Kerukunan antar umat beragama sendiri lanjutnya, memang harus dirumuskan melalui sebuah ajang sosialisasi, kampanye dan bahkan program secara terukur yang terstruktur, sistematis dan masif sifatnya.
“Ya kita harapkan terus-menerus di kalangan para pemilih pemula ya anak-anak mahasiswa, pemuda kemudian juga para ulama di dalam memberikan materi pengajian nya juga harus juga membahas masalah-masalah muamalah. Muamalah itu apa bukan hanya jual beli tapi juga masalah-masalah ibadah sosial bermasyarakat seperti berbangsa bernegara,” bebernya.
Embay menerangkan bahwa sebenarnya dari segi hukum formal sendiri, penguatan moderasi beragama telah memiliki landasan hukum yang kuat, karena dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menetapkan adanya kewajiban bagi negara untuk bisa menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama hingga kepercayaan masing-masing.
“Wawasan kebangsaan bangsa ini bangsa satu-satunya di muka bumi berasal dari 200 kerajaan terpisah-pisah di 17.000 Pulau, ribuan suku, 700 bahasa daerah beda agama beda adat beda budaya kita jaga, ini takdir negara kita ditakdirkan oleh Allah menjadi bangsa yang majemuk merawat kebhinekaan,” sebutnya.
Sementara itu Zidan Nugraha Ketua Pelaksana Dialog Kebangsaan mengatakan, anak muda saat ini harus bisa menjaga nilai-nilai ideologi Pancasila ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sebagai landasan dasar negara perekat bagi bangsa.
“Politik hanya 5 tahun sekali nanti kedepannya kita akan bersama bersinergi dan tetap utuh dalam kondisi NKRI, untuk mencegah polarisasi dan politik identitas di tengah-tengah masyarakat ini kita sebagai anak muda sebagai lokomotif hanya di suruh kampanyekan. Jangan sampai etitut itu di bawah dari ilmu kita harusnya etitut diatas karena bagaimanapun yang ya etitut akhlak dari akhlak itu bakal terbentuk untuk tidak menciderai orang lain tidak melukai orang lain dan tidak membenci orang lain. Bahkan tidak menjelek-jelekkan orang lain,” ungkapnya.
Ke depannya kata dua, mahasiswa, ulama dan pemuda di Provinsi Banten bakalan terus bersinergi dalam mengawal konduktivitasnya Pemilu. (*/Faqih)