PII Wati Banten Ungkap 3 Kesalahan Orang Tua yang Memicu Pelecehan Seksual pada Anak
CILEGON – Dalam sebuah forum diskusi mengenai perlindungan anak dan pelecehan seksual, aktivis perempuan yang tergabung dalam Koordinator Wilayah (Korwil) Pelajar Islam Indonesia Wati atau PII Wati Provinsi Banten menyoroti tiga kesalahan yang seringkali dilakukan oleh orang tua dan dapat memicu anak menjadi korban pelecehan seksual.
Hal itu diungkapkan oleh Milati Naqiyah selaku Ketua Korwil PII Wati Provinsi Banten saat diwawancarai pada Jumat (24/11/2023).
Milati Naqiyah sebagai aktivis perempuan, yang memiliki pengalaman dalam membantu korban pelecehan seksual, berharap penekanan pada poin-poin ini dapat meningkatkan kesadaran orang tua dalam melindungi anak-anak mereka.
“Yang pertama, kesalahan orang tua yang dapat memicu anak menjadi korban pelecehan seksual adalah mengabaikan pengawasan aktivitas online atau penggunaan HP Si Anak. Di era digital saat ini anak-anak rawan terkena pelecehan seksual melalui internet. Saat ini anak yang masih berusia 10-12 tahun bisa dengan mudah bergaul bebas dengan orang yang usianya sudah dewasa 18 tahun keatas,” kata Mila menjelaskan.
Poin kedua yang diungkapkan oleh Mila adalah kurangnya pendidikan seksual yang tepat dan itu dikatakan merupakan salah satu kesalahan utama yang sering terjadi.
“Saat ini orang tua cenderung enggan membicarakan seksualitas dengan anak-anak mereka karena dianggap sebagai topik yang sulit atau memalukan. Padahal, pendidikan seksual yang benar dan tepat usia dapat membantu anak memahami batasan tubuhnya, mengidentifikasi perilaku yang tidak pantas, dan memberikan dasar keamanan,” pungkasnya.
Terakhir kata Mila, kesalahan yang harus diminimalisir oleh para orang tua adalah kurangnya komunikasi yang terbuka.
“Ketidakmampuan menciptakan lingkungan di mana anak merasa nyaman berbicara tentang tubuh, perasaan, atau pengalaman yang tidak biasa, dapat menjadi kesalahan besar. Komunikasi terbuka merupakan kunci dalam mendeteksi dini potensi pelecehan seksual. Anak perlu merasa bahwa mereka dapat mengungkapkan pengalaman atau pertanyaan mereka tanpa takut dicemooh atau dihakimi,” ujar Mila.
Lebih lanjut Mila menambahkan, di Kota Cilegon terdapat ratusan kasus pelecehan seksual yang sudah terdata dan yang dilaporkan oleh pihak keluarga atau orang tua. Namun terdapat beberapa kasus yang memang tidak diketahui oleh orang tua ataupun orang tua yang enggan melapor.
“Karena kurangnya keterbukaan tadi, apabila ada anak yang mendapatkan perlakuan tidak senonoh ataupun pelecehan seksual atau si anak ini terindikasi akan mendapatkan pelecehan seksual, orang tua tidak akan tahu dan tidak dapat mencegahnya, karena anak merasa takut atau merasa kurang dekat dengan orang tuanya apabila membicarakan hal-hal yang tidak biasa atau berbau seksualitas. Dan banyak di Indonesia sendiri anak-anak yang enggan memberitahukan kepada orang tuanya atas pelecehan seksual yang menimpa dirinya,” pungkas Mila. (*/Hery)