SERANG – Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten menggelar diskusi kamisan di Plaza Aspirasi, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Kamis, (4/1/2023). Tema yang diusung adalah “Pesta Demokrasi 2024, Politik Uang Gak Bahaya Tah?”.
Diskusi tersebut mengundang lima narasumber, yakni Dekan FISIP Untirta, Leo Agustino, Presidium KMSB, Uday Suhada, Pengamat Hukum Untirta, Nuryati Solapari, Pengamat Politik UIN SMH Banten, M. Zainor Ridho dan Sekjend Apdesi Banten, Rafik R Taufik.
Dalam paparanya, Dekan FISIP Untirta, Leo Agustino mengungkapkan, ada sejumlah fenomena yang perlu diperhatikan dalam pesta demokrasi. Di antaranya kata dia, soal keberadaan partai politik.
Menurutnya, partai politik tidak memerankan sebagai partai politik. Sebab mereka hadir ketika saat Pemilu, dan selepas itu menghilang. Hal itulah yang memberikan luka kepada pejuang-pejuang demokrasi yang ada di Indonesia.
Di tempat yang sama, Presidium KMSB, Uday Suhada turut menyoroti soal fenomena politik uang saat Pemilu. Menurutnya, untuk menjadi terpilih tidaklah harus menggunakan uang, melainkan bisa dengan menempuh tahapan-tahapan yang ada.
Ia menyarankan, agar masyarakat untuk menolak politik uang. Ia juga meminta untuk jangan memilih calon pemimpin yang memberikan politik uang.
“Yang ideal jangan terima jangan pilih. Menciderai nilai-nilai demokrasi, karena itu racun,” tegas Uday.
Serupa dengan Uday, Pengamat Hukum Untirta, Nuryati Solapari mengatakan, masyarakat perlu diajarkan untuk menolak politik uang.
“Menolak politik uang dan orangnya. Jika diawali dengan curang dan culas bagaimana mau maju,” katanya.
Pengamat Politik UIN SMH Banten, M. Zainor Ridho turut mengungkapkan aktor-aktor yang bisa meminimalisir terjadinya politik uang saat Pemilu. Setidaknya ada tiga aktor yang bisa melakukan tersebut.
Pertama adalah politisi atau peserta pemilu, kedua administrator atau birokrasi seperti jajaran KPU dan Bawaslu, ketiga tokoh agama, jawara, serta kepala desa.
Selanjutnya, Sekjend Apdesi Banten, Rafik R Taufik membeberkan fakta yang terjadi di lapangan menjelang Pemilu. Ia membenarkan bahwa praktik politik kerap muncul setiap saat.
“Saya kurang sepakat serangan fajar. Faktanya serangan pagi, malam dan fajar itu lengkap ada di desa,” katanya.
Menurutnya, masyarakat desa menjadi penikmat dengan praktik politik uang yang sulit dikendalikan.
“Masyarakat menjadi objek untuk kepentingan politik. Sebab, soal pemilih itu ada dua, pertama ideologis dan pragmatis. Dan Itu fakta yang ditemukan di desa saya,” katanya. (*/Faqih)