Segudang PR dari KMS 30 untuk Gubernur dan Wakil Gubernur Banten Andra-Dimyati

SERANG-Andra Soni dan A Dimyati Natakusumah belum boleh senyum sumringah usai dilantik jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
Usai foto bersama kawan sejawat kepala daerah lain yang masih hangat dilantik, Andra-Dimyati diberi segudang pekerjaan rumah (PR) oleh para aktivis mahasiswa Komunitas Soedirman (KMS) 30.
PR Pertama: Pendidikan
Andra dan Dimyati boleh optimis soal ini. Tapi lain hal dengan Bento, Koordinator Umum KMS 30. Bento, nama yang sama dengan judul lagu Iwan Fals itu pesimis.
Ia melihat data BPS, mengurai angka dan memaparkan, ada yang salah di Banten soal pendidikan, seperti akses, sarana dan prasarana untuk anak-anak sekolah.
“Data terbaru menunjukkan, bahwa 31,65 persen penduduk Banten masih belum bisa mengakses pendidikan secara layak,” terang Bento, Kamis (20/2/2025).
Bento resah, sarana dan prasarana di Banten belum merata, di titik ini, program unggulan sekolah gratis Andra-Dimyati perlu dikritik. Bisa jadi menggratiskan biaya dapat menurunkan angka putus sekolah, namun yang tak kalah penting, soal sarana dan prasarana di tiap-tiap sekolah yang belum merata.
“Meski Angka Partisipasi Kasar (APK) meningkat 2 poin dalam lima tahun terakhir, kenyataannya 42 persen sekolah di wilayah pedalaman, seperti Pandeglang dan Lebak masih kekurangan ruang kelas, dengan 63 persen guru tidak memenuhi standar kompetensi minimum,” ujarnya.
Dua daerah ini perlu perhatian lebih, tak terkecuali soal pendidikan. Ketimpangan yang jelas dapat dilihat dari Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). Ia membandingkan data RLS Kabupaten Lebak dengan Kota Tangerang Selatan.
“Di Kabupaten Lebak yang hanya 6,21 tahun. Berarti sebagian besar warganya tidak lulus SMP, sementara di Kota Tangerang Selatan angka ini mencapai 11,5 tahun,” papar Banto.
“Program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah provinsi nyaris tanpa arti ketika di Kabupaten Serang, 37 persen anak usia SMA terpaksa putus sekolah karena ketiadaan biaya dan akses transportasi,” paparnya lagi.
PR Kedua: Kemiskinan
PR ini masuk kategori klasik, seklasik Teori Adam Smith berabad-abad silam. Tapi di Banten, kata Bento, masalah klasik bisa dibikin asik, seasik gorengan politisi menggaet suara lewat program-program surga.
Bagai simpul tali yang terikat, persoalan pendidikan ini berkelindan dengan jerat kemiskinan yang semakin menguat. Dari Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, warga Banten yang masih hidup dalam garis kemiskinan berada di angka 14,2 persen. Warga Banten yang masuk kategori miskin, konsentrasi tertinggi berada di wilayah pesisir selatan.
“Ironisnya, 58 persen kepala keluarga miskin di daerah tersebut hanya berpendidikan SD, menciptakan siklus kemiskinan antar-generasi yang sulit terputus,” papar Mahasiswa UIN SMH Banten itu.
PR Ketiga: Pengangguran
Merujuk data terakhir yang dirilis BPS Banten, tingginya angka pengangguran terbuka di Tanah Jawara per Agustus 2024, menempati posisi tertinggi kedua di Indonesia dengan presentase 6,68 persen. Artinya terdapat 414,75 ribu orang pengangguran di Banten.
“Angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional 5,32 persen, memperlihatkan kegagalan sistem ketenagakerjaan dalam menyerap lulusan baru,” terangnya.
Bento menilai, pengangguran tinggi yang bikin geleng-geleng pala di Banten tak hanya soal pendidikan. Faktor lain turut menyumbang tinggi pengangguran terkait belum benahnya sistem perekrutan tenaga kerja di Banten.

“Minimnya transparansi informasi lowongan kerja dan praktik percaloan yang marak menunjukkan bahwa Disnaker Banten belum menjalankan mandat UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan secara optimal,” jelasnya.
“Padahal, Banten menyumbang 6,7 persen dari total investasi manufaktur nasional, namun hanya 22 persen tenaga kerjanya yang terserap di sektor formal,” jelasnya lagi.
PR Keempat: Korupsi
Pekerjaan Rumah ini bukan pekerjaan biasa. Bak identik dengan kelahirannya, ujar Bento, Banten berdiri dari dua kata: Dinasti dan Korupsi.
Khusus kata terakhir, Bento khawatir Tanah Jawara berubah jadi Tanah Korupsi. Kata yang tak layak bagi tanah kelahiran para alim ulama.
Balik lagi ke korupsi, praktik lancung ini jadi kanker ganas yang menghambat pembangunan untuk si miskin, namun jadi oli pembangunan bagi si kaya.
“Praktik korupsi yang menggurita juga menjadi kanker ganas yang menghambat pembangunan. Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 menempatkan Banten pada kategori “rentan korupsi” dengan skor 71,21,” ujarnya.
Menurut data ICW atau Indonesian Corruption Watch, masih ada 30 kasus korupsi senilai Rp1,2 triliun terbengkalai di tahap penyidikan sejak 2020.
“Model korupsi oligarkis yang mengakar sejak era Orde Baru ini tidak hanya menggerogoti anggaran publik, tetapi juga merusak tata kelola pemerintahan dan menghambat investasi,” katanya.
Padahal, penetapan Satgas Antikorupsi termaktub dalam UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjamin partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemerintahan.
Namun lagi-lagi yang diawasi dan mengawasi sama-sama kongkalikong, bermufakat jahat asal kantong pribadi dan sanak family bertambah tebal.
“Seperti kasus dugaan korupsi BPO dan Alih fungsi status hutan oleh Al Muktabar,” ujarnya geram.
PR Lainnya
Bento belum usai, ia bilang, segudang PR masih ada untuk Andra-Dimyati. Misalnya fokus pembangunan infrastruktur di Banten yang masih terpusat pada kawasan industri dan properti mewah.
“Sementara 43 persen jalan kabupaten dalam kondisi rusak berat. Alokasi dana infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi hanya mencapai 7 persen dari total belanja modal,” kata Bento.
Contoh lain ada pada pembangunan infrastruktur melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tak luput dari masalah. Proyek jalan tol Serang-Panimbang yang dianggarkan Rp4,2 triliun tertunda tiga tahun akibat sengketa lahan dan dugaan mark-up anggaran.
Yang tak kalah penting, soal Pantai Indah Kapuk 2 yang menuai protes, karena dinilai tidak memenuhi kriteria kepemilikan negara dan dampak lingkungan.
Terakhir, pesan Bento kepada Andra-Dimyati, ia ingin agar keduanya sedikit demi sedikit bisa menuntaskan PR lama yang menumpuk.
Andra-Dimyati memang gubernur dan wakil gubernur baru, tapi masalah di Banten masih lama dan sama.
Sebagian warga boleh bahagia akhirnya Banten memiliki riil gubernur, usai 3 tahun bosan dipimpin Pj, namun tetap saja, Andra-Dimyati tak boleh larut dalam euforia, harus benar-benar tegas, setegas suaranya di media lantang menyuarakan tak korupsi, harus berkomitmen jangan membawa Banten ke arah yang “gelap”.
“Dua dekade otonomi daerah tidak lantas membawa angin segar bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebaliknya, masalah pendidikan, kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan birokrasi yang lamban justru semakin mengakar, membentuk gambaran suram tentang “Banten Gelap” yang jauh dari harapan,” tutupnya. (*/Ajo)
