SINGAPURA – Pinjaman yang diberikan China kepada negara lain yang kerap diselubungi kerahasiaan, diperkirakan nilainya lebih tinggi daripada nilai resmi yang tercatat. Meningkatnya utang tersembunyi tersebut dinilai dapat memicu pelambatan yang lebih buruk dari perkiraan, di antara masalah-masalah lainnya.
Kurang transparansnya utang tersebut juga dapat memengaruhi investor yang mempertimbangkan untuk membeli surat utang yang diterbitkan oleh negara-negara penerima utang tersebut. Hal itu diungkapkan Carmen Reinhart, profesor dari Kennedy School of Government di Harvard University dalam Nomura Investment Forum di Singapura akhir bulan lalu.
“Munculnya China sebagai kreditor global juga berarti semakin banyak utang tersembunyi, yaitu dari negara-negara yang beutang ke China, tapi pinjaman tersebut tak dilaporkan oleh IMF atau Bank Dunia,” tuturnya sepert dikutip dari CNBC, Rabu (12/6/2019).
Menurut dia, ada tendensi untuk menilai negara-negara itu memiliki tingkat utang yang lebih rendah daripada yang sebenarnya. Hal itu, imbuh dia, akan menyulitkan pekerjaan IMF atau Bank Dunia dalam melakukan analisis keberlanjutan utang. Hal itu meliputi analisis beban utang suatu negara dan mengeluarkan rekomendasi untuk strategi peminjaman yang membatasi risiko utang.
“Dari sudut pandang pengamatan, hal ini berarti bahwa saat IMF melakukan analisis keberlanjutan utang misalnya untuk Pakistan, kecuali jika IMF benar-benar tahu berapa utang Pakistan ke China, sama saja mereka melakukan analisis dengan mata tertutup,” ujar Reinhart.
Bagi investors, keterbatasan informasi tersebut menyebabkan mereka meremehkan risiko saat menanamkan uangnya di negara tersebut. Reinhart mengatakan, sejak 2011 banyak utang demikian yang dilakukan negara-negara seperti Sri Lanka, Ukraina, Venezuela, Ekuador, Bangladesh dan Kuba. Reinhart mengestimasi, statistik utang resmi yang dicatat oleh IMF atau Bank Dunia hanya menangkap sekitar separuh dari utang China pada negara-negara lain.
Di bagian lain, China juga bukan anggota Paris Club, yaitu grup negara-negara kreditor yang bertujuan memperbaiki masalah utang yang dialami negara-negara lain. China, kata dia, juga tak menunjukkan minat untuk bergabung dengan Paris Club. Utang-utang tersembunyi China pada negara-negara tersebut, berdasarkan laporan, kerap disertai jaminan berupa aset publik.
Salah satu contoh dari pinjaman yang tidak jelas itu adalah pinjaman China untuk Venezuela yang didenominasi dalam barel minyak. Hal itu dikatakan David Malpass, Presiden Bank Dunia saat ini, yang dulu menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan AS untuk Urusan Internasional.
“Ini memiliki efek menutupi jumlah persis utang yang diberikan China kepada pejabat Venezuela dan berapa Venezuela diharapkan untuk membayarnya ke China di masa depan,” katanya. Tak hanya itu, kata dia, persyaratannya pun kerap tidak jelas.
Baik IMF dan Bank Dunia telah menyerukan lebih banyak transparansi tentang jumlah dan persyaratan pinjaman dalam Pertemuan Musim Semi tahunan mereka pada bulan April tahun ini. Bank Dunia pada CNBC menegaskan bahwa transparansi utang sangat penting.
“Peminjam membutuhkan data utang yang komprehensif dan tepat waktu untuk membuat keputusan yang tepat. Ini juga memungkinkan pemberi pinjaman untuk mengelola risiko pinjaman dengan lebih efisien – sehingga menurunkan biaya pinjaman untuk semua orang,” jelas Bank Dunia.
Lebih jauh, organisasi internasional itu menyatakan bahwa transparansi utang memungkinkan warga negara meminta pertanggungjawaban pemerintah mereka atas kebijakan tersebut.
“Singkatnya, transparansi utang sangat penting untuk pembangunan ekonomi. Jadi ketika utang itu tersembunyi, hal itu menjadi masalah bagi semua orang – bukan hanya Bank Dunia atau IMF. Ini terutama masalah bagi warga negara di mana utang tersembunyi itu dilakukan, karena ketidakpastian dapat menyebabkan biaya pendanaan lebih tinggi atau, dalam kasus terburuk, memutuskan mereka dari pendanaan,” tegas Bank Dunia.
Analis senior Asia di Verisk Maplecroft Kaho Yu mengatakan, meskipun pinjaman Beijing dapat membantu negara-negara berkembang, penumpukan utang yang tidak jelas itu akhirnya dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi.
“China mungkin telah meyakinkan negara-negara berkembang bahwa biaya pinjaman akan ditanggung oleh proyek dalam jangka panjang setelah mereka menjadi operasional, tetapi tidak ada jaminan yang diberikan,” tegasnya. (*/Sindonews)