JAKARTA – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merasakan dampak yang cukup besar akibat pandemi Covid -19. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 96% pelaku UMKM mengaku sudah mengalami dampak negatif Covid-19 terhadap proses bisnisnya. Sebanyak 75% diantaranya mengalami dampak penurunan penjualan yang signifikan.
Menanggapi hal ini, dalam Inspira Webinar with JNE, Eri Palgunadi, VP Marketing JNE menyampaikan bahwa pada kondisi seperti ini pengusaha lokal dihadapkan pada kemampuannya untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru. Di tengah pandemi ini para pengusaha harus berani keluar dari zona nyaman.
“Para pelaku usaha lokal harus cerdik, harus jeli melihat posisinya saat ini,” ujar Eri dalam acara yang digelar secara online hasil kolaborasi antara JNE dan Young On Top, belum lama ini.
Pada saat pandemi seperti ini banyak yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak untuk membantu UMKM. “Pada awal masa pandemi ini berdampak pada menurunnya penjualan para UMKM, lalu bagaimana cara membantu mereka, yaitu dengan membeli produk mereka,” ujar Arto Biantoro, brand activist yang menjadi host dalam Inspira Webinar with JNE kali ini.
Terlepas dari hal itu, Arto juga menyampaikan bahwa di masa sulit ini berbagai pihak harus saling bahu membahu agar keadaan makin cepat membaik. Hal ini juga yang diamini oleh Eri terkait upaya JNE untuk dapat membantu penanganan Covid-19 dengan menggelar program-program seperti memberikan diskon atau layanan gratis untuk pengiriman APD.
Eri juga menjelaskan bahwa sejak dulu JNE telah melakukan langkah untuk mendukung UMKM.
“Ada program JLC (JNE Loyalty Card) yang telah memberi banyak benefit kepada UMKM. Lalu ada juga Pesona (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara) untuk mendukung produsen makanan khas. Begitu juga Friendly Logistic untuk memudahkan bisnis UMKM”, paparnya.
Dan terakhir, Eri menambahkan jika brand harus berproses, yang artinya harus belajar agar dapat bertahan melewati pandemi ini.
“Kuncinya ada 3, yaitu kita harus update, berpikir positif dan optimis terhadap perubahan. Selain itu juga penting untuk persistence, jika produk tidak laku maka jangan mundur. Itu kurang lebih modal sebuah brand untuk bertahan dan berkembang,” tutup Eri. (*/Ilung)