Impor Baja dari China Naik 59%, Krakatau Steel Makin Tertekan

Bawaslu Cilegon Stop Politik Uang

JAKARTA – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk memandang bahwa pasar baja domestik masih mengalami tekanan yang diakibatkan oleh membanjirnya produk impor. Hal tersebut terlihat dari adanya peningkatan volume impor baja paduan dari China/Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebesar 59% pada kuartal pertama 2018 dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Komisaris Krakatau Steel, Roy Maningkas, mengatakan bahwa peningkatan impor tersebut hanya terjadi pada Indonesia sementara di negara ASEAN lainnya hal tersebut tidak terjadi.

“Impor baja paduan RRT di negara ASEAN mengalami penurunan volume impor yang cukup signifikan karena saat ini RRT melakukan pemangkasan kapasitas produksi,” ujar Roy sebagaimana dikutip Warta Ekonomi, Senin (2/7/2018).

Roy mengungkapkan, produk baja impor tersebut diduga sebagian besar masuk ke pasar Indonesia dengan cara unfair trade yang salah satunya adalah dengan penyalahgunaan kategori pos tarif baja paduan. Ia berkesimpulan hal tersebut terjadi setelah perhelatan acara ‘2018 SEAISI Conference & Exhibition’ yang berlangsung di Jakarta pada 25-28 Juni 2018 yang lalu.

Roy menyampaikan bahwa terjadinya peningkatan volume impor baja paduan merupakan suatu indikasi bahwa masih terjadi praktik circumvention yang dilakukan eksportir RRT.

Advert

PUPR Banten Infografis

“Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menghapus ketentuan pertimbangan teknis melalui Permendag 22/2018 juga berdampak pada industri baja dalam negeri karena saat ini semakin mudah untuk melakukan impor baja,” imbuhnya.

Roy menambahkan bahwa peningkatan impor dari RRT tersebut didominasi oleh produk baja hot rolled coilplate, cold rolled coilsection, dan wire rod.

Roy mengambil contoh pada produk section dan plate di mana terjadi penurunan volume impor baja paduan di semua negara ASEAN, kecuali Indonesia dan Malaysia.

Dalam kasus Malaysia dapat dipahami bahwa kebutuhan negara tersebut atas produk baja impor memang tinggi dikarenakan salah satu produsen domestiknya sudah berhenti beroperasi sejak Agustus 2016. Namun untuk Indonesia, di mana banyak produsen domestik beroperasi, kenaikan volume impor menjadi sebuah pertanyaan.

“Perlu dilakukan evaluasi kebijakan pemerintah terkait ketentuan impor baja, apakah sudah tepat?” tegas Roy. (*/WartaEkonomi)

[socialpoll id=”2513964″]

DPRD Banten HUT Brimob
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien