Konflik dengan PT PKP, Nasib Warga Pulau Sangiang – Anyer Kian Memprihatinkan

SERANG – Sangiang,… Sebuah pulau kecil yang terdapat di Selat Sunda, terletak di tengah-tengah perairan Selat Sunda antara daratan Jawa serta Pulau Sumatera.

Secara administratif, pulau ini masuk dalam wilayah Desa Cikoneng, Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Terletak di titik koordinat pada 105′49′30″ – 105′52′ Bujur Timur 5′56′ – 5′58′50″ Lintang Selatan.

Jarak tempuhnya cuma memerlukan waktut lebih kurang 45 menit dari Anyer, dengan memakai kapal atau perahu bermotor. Keindahan alamnya, berbentuk terumbu karang serta pantai yang eksotis.

Dilansir dari iGlobalnews.co.id Konon, menurut cerita sejarah di tahun 1589 Abad ke XV ( 15 ) Pulau Sangiang dahulunya masuk area ranah Lampung yang dihibahkan dari pemangku adat Lampung untuk masyarakat Lampung yang tinggal di Desa Cikoneng, Kecamatan Anyar. Bandulu adalah nama desa sebelumnya, namun sekarang yang sudah berganti nama menjadi Desa Cikoneng.

Hal ini dibuktikan dari keterangan salah satu sesepuh Desa Cikoneng Datuk M Husein Tiang Marga. Tertulis hibahnya ranah Lampung kepada masyarakat Desa Cikoneng ada pada 2 tanduk kerbau yang bertuliskan aksara Lampung. Yang kini masih ada terjaga oleh keturunan Raja Brangsang di Penengahan Kalianda Lampung Selatan.

Pulau Sangiang yang memang subur makmur, dengan panorama pantai pasir putihnya yang memukau, goa-goa yang mempesona, serta pegunungan bukit yang indah. Kini tidak seindah dahulu lagi. Sangat disayangkan..!!!

Pulau Sangiang yang luasnya kurang lebih 750 hektar, dengan jumlah penduduk sekitar 58 kepala keluarga, kini warganya harus hidup terlunta-lunta tanpa pekerjaan dan sumber penghasilan yang jelas.

“Mau makan saja susah, anak anak bersekolah saja kesulitan. Semua karena keterbatasan ekonomi dan fasilitas,” tutur salah seorang warga di pulau itu, “Hanya memungut sampah lah kami bisa bertahan hidup,” ungkap Datuk M Husein, saat ditemui wartawan di awal bulan Mei 2017 ini.

Lebih lanjut, Datuk M Husein menceritakan kronologis kejadian yang terjadi di Pulau Sangiang selama ini, hingga menyebabkan para penduduknya mengalami kesusahan.

“Semua ulah dari pada PT Pondok Kalimaya Putih (PKP) tbk atau PT Green Garden yang diduga sengaja melepas babi-babi hutan di Pulau Sangiang ini. Sampai saat ini mungkin jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan ekor, secara tidak langsung ingin mengusir warga Desa Cikoneng agar warga Pulau Sangiang pergi meninggalkan Pulau Sangiang,” lanjutnya.

Akibat babi-babi hutan tersebut, warga di Pulau itu kesulitan dalam bertani.

“Kini kami semua terlantar, karena setiap menanam pohon pisang, pohon labu dan lainya, hanya dalam waktu dua hari, tanaman kami ludes semua jadi makanan para babi-babi lapar itu. Usaha kami hanya jadi pemulung sampah plastik walau hasilnya tidak seberapa demi menghidupi keluarga kami,” terangnya lagi.

Tidak hanya itu saja, warga yang ada di Pulau Sangiang, juga mengaku sering diintimidasi dan ditakut-takuti oleh para orang-orang dari pihak PT Pondok Kalimaya Putih (Green Garden).

“Walaupun negara Indonesia ini sudah merdeka pada tahun 1945, kami yang berada di pulau Sangiang ini masih merasa belum merasakan kemerdekaan yang seutuhnya, karena kami masih tertindas dan terjajah oleh para oknum pemerintahan yang menelantarkan masyarakat kecil, demi membela konglomerat,” tandasnya.

Datuk M Husin Tiang Marga (73) orang yang ditokohkan oleh warga Cikoneng, memaparkan sejarah Pulau Sangiang dari jaman peperangan antara Sultan Hasanudin melawan perompak bajak laut yang meresahkan masyarakat Banten.

“Diutuslah Minak Depati Prajurit Sultan Hasanudin, untuk menangkap para perompak bajak laut, sampai akhirnya para perompak yang bermarkas di Pulau Sangiang waktu itu bertekuk lutut dan meninggalkan pulau Sangiang. Jadi kalau masyarakat Desa Cikoneng mayoritas suku Lampung ya jangan heran, karena kami semua ini emang turun temurun dari kakek buyut kami,” ujar Datuk Husein.

Sementara Nurwahdini, Kepala Desa Cikoneng, Kecamatan Anyar, Kabupaten Serang, membenarkan keterangan dari warga Desa Cikoneng tersebut.

“Bahkan warga saya yang namanya Ali (57) itu, sempat di seruduk babi hutan liar,” tuturnya.

Lebih lanjut Nurwahdini, memaparkan PT Pondok Kalimaya Putih atau PT Green Garden diketahui hingga saat ini masih menunggak pajak di kisaran Rp 6 miliar lebih selama 6 tahun, Rp; 414.000.000,- pertahun.

“Kewajiban PT Pondok Kalimaya Putih (Green Garden Group) membayar pajak kepada Dinas Perpajakan Kabupaten Serang,” ungkapnya.

Ketik disinggung terkait dengan tidak pernah lagi munculnya SPPT warga RT. 005/004 Desa Cikoneng dari tahun 1990 hingga sekarang, Nurwahdini dengan gamblang menjelaskan.

“Saya dan para tokoh masyarakat, seluruh ketua RT/RW serta melibatkan anggota DPRD Kabupaten Serang, membahas keluh kesah warga Desa Cikoneng yang berada di Pulau Sangiang ini. Bahkan surat dari Dewan Pengurus Daerah Khusus Lampung Sai dengan No: 18/DPD-SUS/LS-CB/XII/2013 sudah di sampaikan ke Menteri Kehutanan, tapi jawaban dari Menteri Kehutanan, kami disarankan untuk minta Rekomendasi dari Bupati Serang. Pada tahun 1983 kalau gak salah,” ungkap Nurwahdini.

Pulau Sangiang dinyatakan sebagai hutan lindung oleh Menteri Kehutanan. Padahal di pulau itu banyak penduduk dan memiliki identitas yang jelas sebagai warga Desa Cikoneng, Anyar, Serang, Banten.

“Yang saya tidak habis pikir lagi, setelah turun PT Pondok Kalimaya Putih (Green Garden Group) membebaskan tanah di Pulau Sangiang seluas lebih kurang 250 Hektar, turunlah Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 06/KPTS-II/93 Pada tanggal 12 Februari 1993. Wajar dong kalau warga kami penuh kecurigaan kepada pemerintahan yang kami pikir sudah tidak lagi memikirkan rakyat kecil, kenapa tanah kami yang sudah bertahun-tahun kami tinggal di sini mereka mengklaim milik PT PKP (Green Garden Grup),” jelas Kepala Desa.

Hingga saat ini, dikatakan Kepala Desa, tidak ada upaya pemerintah untuk membuat fasilitas bagi warga Pulau Sangiang agar kehidupan disana bisa lebih baik.

“Sangat perihatin dengan nasib warga Desa Cikoneng yang berada di Pulau Sangiang, sekolah saja harus nyeberang pulau. Warga bahkan sudah mencoba membangun sekolah PAUD yang anggarannya adalah iuran dari warga di pulau dan hasil swadaya yang kami kumpulkan dari para wsiatawan yang datang, tapi sewaktu kami membangun baru saja sampai tahap pemasangan pondasi, datanglah utusan dari PT Pondok Kalimaya Putih, sambil membawa plang, bahwa tanah yang sedang kami bangun itu diakui sebagai tanah milik PT Pondok Kalimaya Putih,” ungkapnya.

Kades Nurwahdini dan masyarakat Pulau Sangiang kini hanya berharap mendapatkan keadilan dari pemerintah.

“Harapan saya dan masyarakat yang ada di Pulau Sangiang mendapatkan keadilan dari pemerintah. Pulau Sangiang yang berada di Selat Sunda ini statusnya menjadi jelas, karena tanah itu milik tanah Adat Ulayat warga kami,” pungkas Kades, yang saat itu langsung disambung oleh Emil, salah seorang warga yang juga memiliki tanah di Pulau Sangiang ini.

“Kami memiliki haknya kembali dan mendapatkan sarana bantuan serta pendidikan yang layak, seperti masyarakat yang lain pada umumnya,” Emil berharap. (*)

Honda