Korupsi Proyek Blast Furnace Krakatau Steel Mulai Masuk Penyelidikan Kejaksaan Agung
CILEGON – Dugaan telah terjadinya praktik korupsi pada proyek pabrik peleburan tanur tinggi atau blast furnace milik PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, mulai ada titik terang kelanjutan proses hukumnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan bahkan melaporkan sendiri kepada penegak hukum, atas adanya indikasi kuat praktik korupsi yang terjadi di tubuh Krakatau Steel.
Saat ini diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus di tubuh industri baja itu.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi mengungkapkan, dugaan korupsi di Krakatau Steel yakni terkait pembangunan pabrik baja senilai Rp 10-an triliun di Kota Cilegon, Banten.
Kasus Krakatau Steel ini menjadi salah satu prioritas pada kinerja Kejaksaan di Tahun 2022.
“(Kasus) Krakatau Steel, masih jalan. Itu belum penyidikan. Masih penyelidikan. Mudah-mudahan, Insya Allah bisa cepat selesai awal tahun depan, bisa naik ke penyidikan, atau yang lain,” ujar Supardi kepada wartawan, Jumat (31/12/2021).
Diketahui, Krakatau Steel telah melakukan pembangunan pabrik baja sistem Blast Furnace pada Tahun 2012 dengan investasi awal Rp 7 triliun namun akhirnya membengkak menjadi Rp 10 triliun.
Meski investasi membengkak, namun ternyata dalam kelanjutan pembangunannya, pabrik baja sistem peleburan tanur tinggi itu tak terpakai dan tak operasional.
Jampidsus menyebut pihaknya menemukan pabrik Blast Furnace tersebut terbengkalai dan tak berfungsi. Sehingga, kata Supardi, ada dugaan kerugian negara.
“Pabriknya ada, tetapi, tidak operasional sekarang. Dan itu kita ada dugaan merugikan keuangan negara,” terangnya.
Meski ada angka Rp10 triliun, namun Supardi menegaskan bahwa dirinya belum dapat memastikan bahwa angka tersebut jadi acuan dalam penghitungan kerugian negara.
Diketahui, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Silmy Karim, memutuskan untuk menghentikan operasional pabrik peleburan tanur tinggi atau blast furnace sejak 5 Desember 2019. Pabrik tersebut tak mampu menghasilkan baja dengan harga bersaing.
Sebelumnya, Meneg BUMN Erick Thohir telah menjelaskan tentang indikasi korupsi di tubuh Krakatau Steel yang muncul dari utang perusahaan yang mencapai US$2 miliar.
Erick menjelaskan utang itu berasal dari investasi Krakatau Steel yang mencapai US$850 juta. Perusahaan sebelumnya menginvestasikan dana tersebut dalam proyek blast furnace.
“Krakatau Steel, punya utang US$2 miliar. Salah satunya investasi US$850 juta dari proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Pasti ada indikasi korupsi,” ungkap Erick.
Erick mengatakan pihaknya akan mengejar pihak-pihak yang merugikan perusahaan pelat merah. Seluruh proses bisnis yang salah, kata Erick, harus diperbaiki. (*/Red)