Tiga Kelompok Warga yang Sering Jadi Target Rasisme di Media Australia
JAKARTA – Saat Nayma Bilal, seorang Muslimah yang menggunakan niqab pergi ke sebuah pantai di kota Sydney, seorang perempuan menghampirinya lalu berkata, “pergilah dari negara ini, kamu tidak pantas ada di sini.”
Ini adalah salah satu contoh perilaku rasis yang dialaminya di Australia, setelah pindah ke negara tersebut dari Bangladesh di usianya yang keempat.
“Saya besar di Australia dan adik-adik saya lahir di sini. Kami sama-sama orang Australia seperti kamu,” cerita Nayma menanggapi insiden tersebut.
Nayma mengatakan perempuan Muslim di Australia, termasuk yang menggunakan niqab, seringkali disalahpahami dan menjadi korban dari rasisme di media.
“Ini jadi yang paling membuat marah ketika media lebih fokus menggambarkan Muslim sebagai teroris atau orang yang jahat,” ujar Nayma yang berusia 19 tahun.
“Kemudian secara tidak sadar mempengaruhi orang-orang saat berinteraksi dengan Muslim.”
“Sangat mengecewakan karena kita tidak diberi kesempatan seperti komunitas lainnya untuk menyuarakan pendapat kita dan menunjukkan siapa kita dan agama yang kita anut.”
Sebuah penelitian yang sedang dilakukan di Australia menunjukkan lebih dari setengah artikel opini di media-media Australia menggambarkan kelompok minoritas secara negatif.
Studi yayasan non-profit anti-rasisme di Australia, ‘All Together Now’ menemukan bahwa warga Muslim menjadi kelompok yang paling sering menjadi target di media, diikuti warga keturunan China dan Aborigin.
“Orang-orang sekarang melihat saya karena keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan saya.”
“Saya merasa di saat pandemi COVID-19 dan semua orang harus memakai masker, mereka mengerti bahwa saya masih dapat berkomunikasi baik dengan orang lain.
Sementara Rona mengatakan perlu adanya perubahan di media.
“Kaum muda tidak merasa terwakili di media. Pengalaman hidup kami yang beragam tidak terwakili dalam apa yang menurut media layak diberitakan,” katanya.
“Saya pikir pandangan kita mulai bergeser dan orang-orang muda memiliki cara pandang yang sangat berbeda tentang dunia, pemahaman tentang diri kita, dan tentang warga Aborigin, non-Pribumi atau orang kulit berwarna.”
“Tapi saya pikir media belum cukup menggambarkan perubahan itu.” (*/Detik)