Lebak 2025: Antara Lubang Jalan, Harga Gas Naik, dan Warga yang Semakin Tabah

LEBAK – Kabupaten Lebak adalah kota dengan sejuta cerita, siapa yang tidak kenal dengan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Banten.
Kalau berbicara Lebak tentu tidak asing dengan segala macam cerita soal wisata dan realitas masalah yang terjadi.
Kalau ada lomba daerah dengan warga paling sabar, mungkin warga Kabupaten Lebak bisa masuk nominasi.
Bagaimana tidak? Setiap hari, mereka diuji dengan berbagai masalah yang tak kunjung selesai, mulai dari jalan berlubang yang lebih banyak daripada harapan, gas elpiji yang harganya makin tinggi, hingga harga sembako yang bikin dompet mendadak kurus.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan, warga Lebak tetap bertahan. Entah karena sudah terbiasa, atau memang tak ada pilihan lain.
Siapa bilang naik motor atau mobil di Lebak itu biasa saja? Justru di sinilah kalian bisa merasakan sensasi off-road tanpa perlu ke gunung! Jalanan yang berlubang membuat setiap perjalanan jadi petualangan.
Pak Jaja, seorang pengendara mengaku setiap hari dirinya merasa seperti sedang mengikuti ujian ketangkasan.
“Setiap lewat sini, saya harus pilih antara jatuh ke lubang atau banting setir ke pinggir jalan. Kadang saya curiga, ini jalan rusak atau memang rencana bikin kolam ikan?” ujarnya sambil tertawa getir di warung kopi bersama Fakta Banten, Jumat (7/2/2025).
Anehnya, meski lubang-lubang ini sudah bertahun-tahun menghiasi jalanan, perbaikannya seperti sulap: ada sesaat, lalu hilang entah ke mana.
Jika tahun-tahun sebelumnya harga gas elpiji naik perlahan, kini kenaikannya lebih cepat dari perasaan cinta yang datang saat pertama kali bertemu gebetan.
Ibu-ibu rumah tangga harus keliling kampung untuk mencari tabung gas 3 kg, yang kini lebih langka dari ucapan “aku sayang kamu” dari pasangan yang gengsi.
Bu Entin, seorang pedagang nasi uduk, mengeluh soal harga gas yang naik drastis.
“Dulu beli gas sambil nyantai, sekarang kayak beli tiket konser-harus cepat atau kehabisan!” katanya sambil tertawa.
Yang lebih aneh lagi, harga di setiap pengecer bisa berbeda-beda. Ada yang Rp 25 ribu, ada yang Rp 30 ribu, bahkan ada yang sampai Rp 40 ribu. Ini harga gas atau harga emas?
Tak cukup dengan gas langka, harga sembako pun ikut naik. Beras, minyak goreng, dan gula semuanya makin mahal. Tapi warga Lebak tak kehabisan akal.
“Kalau harga gula mahal, ya sudah, teh tawar aja. Kalau beras naik, kita diet sekalian,” kata Pak Udin, seorang buruh harian yang tetap berusaha santai meski dompetnya makin tipis.
Saking kreatifnya, beberapa warung makan di Lebak mulai menawarkan menu “hemat energi.” Isinya? Porsi lebih kecil tapi tetap bayar full.
Di tengah situasi ini, warga hanya berharap satu hal: solusi nyata. Bukan sekadar janji manis yang hanya terdengar saat musim pemilu tiba.
“Kami sudah terlalu sering dijanjikan ini-itu, tapi ujung-ujungnya tetap harus bersabar sendiri,” kata seorang warga dengan nada pasrah.
Apakah 2025 akan membawa perubahan nyata bagi Lebak? Ataukah warga harus terus beradaptasi dengan segala kesulitan? Yang jelas, satu hal yang pasti: di tengah segala keterbatasan, warga Lebak tetap bertahan. Entah karena kuat, atau memang sudah terlalu sering kena ujian.(*/Sahrul).
