PKL di Lebak Resah, Maraknya Rentenir Bikin Usaha Makin Sulit
LEBAK– Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kabupaten Lebak mengeluhkan semakin maraknya praktik rentenir yang menjerat mereka dengan bunga tinggi.
Kesulitan ekonomi serta kebutuhan modal usaha yang mendesak membuat banyak pedagang terpaksa meminjam uang dari rentenir, meski harus menanggung beban cicilan yang mencekik.
Bagi Hendra (45), seorang pedagang gorengan di Kecamatan Rangkasbitung, pinjaman dari rentenir awalnya terasa seperti solusi.
Namun, bunga yang terus bertambah setiap minggu justru membuatnya semakin terpuruk.

“Saya awalnya pinjam Rp2 juta untuk tambahan modal. Dijanjikan cicilan ringan, tapi kenyataannya tiap minggu saya harus bayar lebih dari yang disepakati. Sekarang malah utang makin besar, padahal keuntungan jualan pas-pasan,” keluhnya kepada Fakta Banten, Selasa (4/2/2025).
Keluhan serupa juga disampaikan oleh Sanah (38), seorang penjual sayur di Kecamatan Cibadak.
Ia mengaku sulit mendapatkan pinjaman dari bank atau koperasi karena persyaratan yang ketat, sehingga memilih jalan pintas dengan meminjam ke rentenir.

“Pinjam di bank ribet, harus ada jaminan dan prosesnya lama. Sementara kalau ke rentenir, langsung cair, tapi bunganya bikin usaha makin berat,” ujarnya.
Praktik rentenir ini semakin menjamur di tengah sulitnya akses permodalan bagi pelaku usaha kecil.
Bunga pinjaman yang sangat tinggi membuat banyak pedagang akhirnya kehilangan kendali atas keuangan mereka. Tidak sedikit yang akhirnya gulung tikar karena tak mampu melunasi utang.
Seorang aktivis ekonomi di Lebak, Aldi mengatakan, fenomena ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah agar lebih serius dalam menyediakan akses permodalan yang lebih adil bagi pelaku usaha kecil.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi lingkaran setan. PKL yang seharusnya bisa berkembang malah semakin tercekik oleh utang. Pemerintah harus turun tangan dengan menyediakan solusi, seperti kredit usaha rakyat yang lebih mudah diakses,” tegasnya.
Para pedagang berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengatasi maraknya rentenir di Lebak.
Selain meminta kemudahan akses kredit berbunga rendah, mereka juga mendesak adanya pengawasan lebih ketat terhadap praktik pinjaman ilegal yang semakin merajalela.
“Kami hanya butuh solusi yang adil. Jangan sampai usaha kecil seperti kami malah makin sulit berkembang karena terus dihantui utang berbunga tinggi,” ujar Hendra penuh harap.
Kini, bola panas ada di tangan pemerintah daerah. Akankah ada kebijakan yang lebih berpihak pada PKL? Atau rentenir akan terus merajalela, menjerat mereka dalam utang yang tak berujung?. (*/Sahrul).
