Tren Perokok di Lebak Terus Meningkat, Ahli Kesehatan Beri Peringatan
LEBAK – Kebiasaan merokok di Kabupaten Lebak terus menjadi perhatian serius, terutama di kalangan penduduk usia 15 tahun ke atas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak yang diperbaharui pada 28 Juni 2024 menunjukkan bahwa persentase perokok dalam sebulan terakhir mengalami fluktuasi dari tahun 2021 hingga 2023.
Dengan rincian persentase perokok di umur 15-24 pada tahun 2021 jumlahnya 16,6 persen, meningkat pada tahun 2022 menjadi 26,99 persen, tahun 2023 turun menjadi 25,94 persen.
Perokok diumur 25-34 pada tahun 2021 jumlahnya 13,32 persen, 2022 meningkat menjadi 42,76 persen, 2023 ada 41,76 persen.
Sedangkan, perokok di usia 34-44 persen, pada tahun 2021 14,19 persen, 2022 45,27 persen, tahun 2023 41,12 persen.
Kemudian, perokok di usia 45-54, tahun 2021 13,82 persen, 2022 43,97 persen, 2023 40,60 persen.
Selanjutnya, perokok di usia 55-64, tahun 2021 jumlahnya 9,56 persen, 2022 40,86 persen, 2023 35,92 persen.
Terkahir, perokok di usia 65+, pada tahun 2021 jumlahnya 5,55 persen, 2022 20,21 persen, dan 2023 26,58 persen.
Tren ini mengundang kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk ahli kesehatan yang menilai dampaknya terhadap kualitas hidup masyarakat.
Menurut Dr Budiman , seorang pakar kesehatan masyarakat di Lebak, kebiasaan merokok yang terus meningkat pada kelompok usia muda dapat memperburuk angka penyakit tidak menular di masa depan.
“Merokok bukan hanya meningkatkan risiko penyakit paru-paru, tetapi juga berkontribusi terhadap penyakit jantung, hipertensi, dan berbagai komplikasi kesehatan lainnya,” kata dia kepada Fakta Banten, Senin (3/2/2025).
Berdasarkan data yang dihimpun, persentase penduduk usia 15-24 tahun yang merokok dalam sebulan terakhir mengalami sedikit peningkatan.
Hal ini menunjukkan bahwa kelompok usia produktif masih rentan terhadap kebiasaan merokok.
Sementara itu, kelompok usia 25-44 tahun tetap menjadi penyumbang terbesar jumlah perokok, mengingat banyak dari mereka yang telah memiliki penghasilan dan akses mudah terhadap produk tembakau.
“Yang lebih mengkhawatirkan adalah meningkatnya kebiasaan merokok di kalangan remaja. Hal ini bisa dipicu oleh lingkungan sosial, iklan rokok, hingga kurangnya edukasi tentang dampak buruk merokok,” terang Budiman.
Sementara itu, kelompok usia 45 tahun ke atas menunjukkan tren yang lebih stabil, meskipun masih cukup tinggi.
Banyak dari mereka yang sudah lama menjadi perokok aktif dan sulit berhenti meskipun telah memahami risiko kesehatannya.
Ahli kesehatan menekankan bahwa intervensi harus dilakukan untuk menekan angka perokok di Kabupaten Lebak, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
Budiman menekankan pentingnya edukasi yang lebih agresif di sekolah-sekolah dan komunitas.
“Pemerintah harus lebih aktif dalam mengkampanyekan bahaya merokok melalui sosialisasi dan pembatasan iklan rokok. Selain itu, peran keluarga sangat penting dalam mengedukasi anak-anak agar tidak terjerumus dalam kebiasaan ini,” tegasnya.
Selain edukasi, penguatan kebijakan seperti larangan penjualan rokok kepada anak di bawah umur serta peningkatan harga rokok juga bisa menjadi langkah strategis untuk mengurangi jumlah perokok.
Dengan langkah-langkah yang tepat dan dukungan masyarakat, diharapkan angka perokok di Kabupaten Lebak dapat terus ditekan, sehingga kesehatan masyarakat dapat meningkat dan beban penyakit akibat rokok bisa dikurangi. (*/Sahrul).