Ini Ragam Istilah Penyebutan Maulid Nabi Muhammad SAW
JAKARTA – Maulid berasal dari bahasa Arab yang berarti ”kelahiran”. Dalam pemakaian populer, istilah maulid merujuk pada peristiwa peringatan hari jadi seorang suci, laki-laki atau perempuan, yang sudah meninggal. Tradisi ini bersifat lintas agama, karena selain umat Muslim, Kristen dan Yahudi pun memiliki tradisi ini.
Khusus umat Muslim, setiap 12 Rabiul Awwal bulan ketiga dalam kalender Islam memperingati al-Maulid al-Nabawi al-Syarif, yakni hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Maulid Nabi SAW diperingati di berbagai negara di dunia, kecuali di Arab Saudi, dengan beragam acara. Maulid Nabi SAW pun dijadikan sebagai hari libur.
Ada beragam istilah yang digunakan umat Islam untuk menyebut Maulid Nabi SAW. Dalam bahasa Arab dan Urdu disebut Milad an-Nabi. Orang Turki menyebutnya, Mevlid Serif. Orang Bosnia mengenalnya sebagai Mevlud/Mevlid. Muslim Afghanistan menyebutnya sebagai Mawlud Sharif.
Orang Persia mengenalnya sebagai Zadruz-e Payambar-e Akram. Muslim Aljazair menyebutnya sebagai Mawlid En-Nabaoui Echarif. Umat Islam di Malaysia biasa menyebutnya sebagai Maulidur-Rasul atau Maulud Nabi.
Kaum Muslim di Pulau Jawa mengenalnya sebagai Mulud dan orang Indonesia menyebutnya Maulid Nabi.
Masyarakat Muslim di Afrika Barat mengenalnya sebagai Maulidi, orang Senegal memperingati hari kelahiran Rasulullah dalam sebuah acara yang disebut Gamou. Sedangkan Muslim di Asia Selatan, meliputi Pakistan, India dan Bangladesh dalam sebuah acara keagamaan yang dipopuler dengan sebutan Barawafat.
Ada beragam versi terkait sejarah tradisi perayaan Maulid Nabi SAW. Ada yang menyebutkan, peringatan Maulid Nabi SAW pertama kali digelar pada abad ke-8 M, yakni ketika rumah tempat lahir Nabi Muhammad SAW diubah menjadi masjid oleh Al-Khayzuran, ibu Khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun ar-Rasyid.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa Maulid Nabi pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin. Tujuannya untuk membangkitkan kecintaan umat kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum Muslimin yang saat itu sedang menghadapi Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat Islam terkait tradisi perayaan Maulid Nabi. Ada yang membolehkan dan ada juga yang melarang. Sejumlah ulama seperti Muhammad Alawi al-Maliki, Gibril Haddad, Zaid Shakir, serta Yusuf al-Qaradawi membolehkan. Sedangkan, Muhammad Taqi Utsmani, Abd Al-Aziz bin Abdullah bin Baz menyebutnya bidah. (*/Republika)
(disarikan dari Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern terbitan Mizan dan Wikipedia).