Kejagung Buru Keterlibatan Atasan Oknum Jaksa di Banten terkait Kasus Pemerasan WN Korsel

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus melakukan pengembangan intensif terkait kasus pemerasan terhadap warga negara (WN) Korea Selatan yang melibatkan tiga oknum jaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.
Korps Adhyaksa kini tengah mendalami dugaan keterlibatan pejabat dengan pangkat lebih tinggi yang diduga ikut menikmati atau membiarkan praktik lancung tersebut.
Temukan lebih banyak
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa pimpinan tidak akan memberikan perlindungan bagi oknum mana pun.
“Prinsipnya, kami tidak akan melindungi oknum di internal kami. Selama alat bukti kuat dan mencukupi, pasti kami tindak lanjuti, termasuk potensi keterlibatan ke atasnya (pimpinan),” tegas Anang di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).
Guna menjaga independensi dan objektivitas, penanganan kasus yang semula dilakukan oleh Kejati Banten kini telah ditarik dan diambil alih sepenuhnya oleh Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan tiga oknum jaksa sebagai tersangka utama, yaitu Herdian Malda Ksastria (HMK): Kasi Pidum Kejari Kabupaten Tangerang. Rivaldo Valini (RV): Jaksa Penuntut Umum Kejati Banten. Redy Zulkarnain (RZ): Kasubag Daskrimti Kejati Banten. (Sebelumnya terjaring OTT KPK dan diserahkan ke Kejagung).
Selain unsur internal, dua pihak swasta juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni seorang pengacara berinisial DF dan seorang penerjemah berinisial MS. Kelima tersangka saat ini ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Kasus ini bermula dari perkara pencurian data atau pelanggaran UU ITE yang melibatkan WN Korea Selatan di Pengadilan Negeri Tangerang.
Ketiga oknum jaksa tersebut diduga melakukan pemerasan dengan cara mengancam akan menuntut hukuman berat jika korban tidak menyerahkan sejumlah uang.
Dalam operasi ini, tim penyidik berhasil menyita barang bukti uang tunai senilai Rp941 juta. Uang tersebut diketahui berasal dari saksi berinisial TA (WNI) dan CL (WNA Korea Selatan).
Anang menjelaskan bahwa ketiga jaksa tersebut telah diberhentikan sementara dari jabatannya dan hak gajinya telah dihentikan.
“Pemecatan secara tidak hormat dari Korps Adhyaksa akan dilakukan segera setelah kasus ini memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah,” imbuhnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Penyidik masih terus mendalami pembagian porsi uang suap di antara para tersangka serta menelusuri aliran dana ke pihak lain di internal kejaksaan. ***
