Kucing dan Kisah Para Sufi

FAKTA BANTEN – Keberadaan kucing sangat umum di antara umat Islam. Telah sejak awal, orang-orang Arab Muslim memelihara kucing sebagai hewan peliharaan. Ini bisa juga dibuktikan dengan ucapan yang pernah dilontarkan oleh Aisyah, janda mendiang Nabi Muhammad.

Ucapan ini terucap saat Aisyah melontarkan sebuah keluhan. Pada saat itu, ia mengeluh bahwa semua orang seakan telah meninggalkan dirinya sendirian. ”Bahkan, kucing-kucing pun telah meninggalkanku seorang diri,” kata Aisyah.

Kucing juga menjadi karib bagi berbagai kalangan Muslim. Dari ibu rumah tangga hingga cendekiawan besar. Mereka menyayangi, selain karena keindahannya, tetapi juga karena kucing memiliki fungsi praktis, di antaranya mengusir tikus.

Banyak pula cendekiawan Muslim yang menuliskan syair yang didekasikan untuk kucing-kucing yang mereka punyai. Ini merupakan penghargaan yang mereka berikan pada kucing mereka, sebab kucing-kucing itu telah menjaga kitab-kitab yang mereka miliki dari serangan binatang.

Lebih penting lagi, kucing itu tak hanya menjadi tema atau hewan peliharaan. Namun, Muslim juga menuai hikmah dari interaksinya dengan kucing. Ini pernah terjadi pada seorang ahli tata bahasa bernama Ibnu Babshad.

Kisah Ibnu Babshad, tertulis dalam buku karya Lorraine Chittock, Cats of Cairo. Saat itu, Babshad, sedang duduk bersama rekan-rekannya di atap sebuah masjid di Kairo. Mereka mengonsumsi makanan. Saat seekor kucing mendekat ke arah mereka, mereka pun memberinya makan.

Kucing tersebut lalu mengambil makanan itu dan segera berlari. Namun, tak lama kemudian, kucing itu kembali lagi, terus begitu. Rasa penasaran mendera mereka, dan akhirnya memutuskan untuk mengikuti kucing tersebut.

Pijat Refleksi

Mereka melihat kucing itu berlari menuju ke atap sebuah rumah dan di sana terdapat seekor kucing yang matanya buta. Kucing yang tadi mereka beri makan, kemudian dengan hati-hati meletakkan makanan itu di depan kucing yang bermata buta itu.

Kepedulian kucing pada kucing lainnya yang buta, telah menyentuh hati Babshad. Kesadaran menerpanya, bagaimana Allah memelihara makhluk-Nya yang buta, yang menyerahkan segalanya kepada-Nya dan hidup dalam penderitaan.

Keyakinan ini terus melekat dalam dirinya hingga ajal menjemputnya pada 1067. Cerita tentang Babshad dan kucing yang memberinya pencerahan, diungkapkan oleh teolog dan ahli zoologi asal Mesir, al-Damiri, yang meninggal pada 1405.

Kucing juga menjadi bagian dari ribuan kisah tentang sufi. Seperti, kisah tentang seekor kucing di Madrasah Syeikh Ashraf, yang membantu para guru menjalankan tugasnya, dan bahkan kucing tersebut rela mengorbankan dirinya demi para murid madrasah itu.

Juga, ada cerita mengenai seorang sufi dari Irak pada abad ke-10, bernama Shibli. Ia bermimpi, dosa-dosanya telah Allah SWT ampuni. Sebab, Shibli telah menyelamatkan kehidupan seekor anak kucing. Semua itu, berisi pesan moral yang sangat penting.

Kitab Al-Hayawan, yang merupakan karya fenomenal cendekiawan Muslim bernama Al-Jahiz, pada abad ke-9, juga membahas tentang kucing, dalam bahasa secara umum mengenai binatang. Karya Al-Jahiz ini, telah memberikan inspirasi bagi banyak orang.

Rasa cinta terhadap kucing juga dituangkan dalam bidang seni. Para pelukis menjadikan kucing sebagai objek lukisannya. Lukisan itu, terdapat pula dalam produk garmen, koin, juga karpet. (*/Republika)

KPU Cilegon Terimakasih
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien