Mahkamah Konstitusi Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusi Bersyarat

Sankyu

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan, bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) inkonstitusional bersyarat.

Atas keputusan ini MK memerintahkan agar pembentuk Undang-undang Cipta Kerja yakni Pemerintah dan DPR untuk dapat memperbaiki UU tersebut.

Dalam putusannya, MK memberi tenggat waktu selama dua tahun agar UU Cipta Kerja diperbaiki. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis, (25/11/2021).

“Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan,” kata Anwar seperti dikutip Fakta Banten dari law-justice.co, Jumat, (26/11/2021).

Anwar menyatakan, bila tidak diperbaiki dalam tenggat waktu dua tahun, maka menjadi UU Ciptaker tersebut inkonstitusional secara permanen.

“Menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk Undang-Undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmond J. Mahesa menegasakan, dengan adanya putusan MK tersebut, tentunya akan memaksa pemerintah dan DPR agar berhati-hati dalam membuat undang-undang supaya tidak dianulir oleh MK.

“Hati hati disini bermakna tidak mengabaikan tahapan dan tata cara pembentukan undang-undang termasuk isi undang undangnya atau substansinya,” kata Desmond sebagaimana dikutip dari law-justice.co.

Yang menarik kata Politisi Gerindra ini, dalam putusan MK kali ini adalah adanya putusan MK yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja itu dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki selama tenggat waktu dua tahun lamanya.

Afif Johan, Anggota Tim Hukum Buruh Menggugat dari KSPSI AGN yang juga sebagai Ketua DPD FSP KEP SPSI Banten memberikan tanggapan atas putusan MK terhadap Uji formil maupun Uji Materiil Undang-undang Cipta Kerja.

Sekda ramadhan

Meski belum sepenuhnya memenuhi harapan buruh Indonesia, karena sebenarnya UU Cipta Kerja bisa dibatalkan secara keseluruhan, namun kami memberikan apresiasi Kepada MK yang telah berani menyatakan bahwa UU Cipta Kerja Inskonstitusional bersyarat atau conditionally unconstitusional,” kata dia kepada Fakta Banten.

Ditegaskannya, MK telah memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa yang selama ini disampaikan oleh Serikat Pekerja/serikat buruh pembuatan UU Cipta Kerja terkesan ugal-ugalan, namun ternyata benar.

“Dalam Putusan MK tersebut sangat jelas bahwa proses pembuatan UU Cipta Kerja cacat formil, bahkan terungkap dalam persidangan terdapat 7 perubahan pasal yang substantif lebih parah lagi ada 1 yang salah dalam mengambil rujukan,” ungkapnya.

Ia meninta, agar Presiden, Joko Widodo (Jokowi) perlu turun tangan dengan adanya putusan MK yang Inskonstitusional bersyarat atau conditionally unconstitusional tersebut.

“Seharusnya DPR dan pemerintah khususnya tau diri dan merasa malu karena diketahui publik proses pembuatan UU Cipta Kerja Cacat Formil,” kata Afif.

“Apalagi jelas dalam amar putusan MK nomor 7 yang isinya menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksanaan yang baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja,” sambung dia.

Dengan demikian lanjut Afif, jelas bahwa urusan perburuhan atau ketenagakerjaan adalah hal yang bersifat strategis dan berdampak luas.

“Oleh karenanya sebaiknya pemerintah jangan memberikan kesan ngotot tetap memaksakan pemberlakuan UU Cipta Kerja maupun peraturan pelaksanaan turunannya,” katanya.

Pihaknya meminta agara sebaiknya pemerintah memberikan teladan yang baik dalam hal etika hukum atau moralitas hukum dengan menangguhkan pelaksanaan seluruh peraturan turunan dari UU Cipta Kerja, khususnya yang sedang ramai dan membuat resah kaum pekerja/buruh yaitu PP 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

“Presiden perlu ambil sikap agar jajarannya tidak semakin membuat gaduh khususnya dalam bidang ketenagakerjaan yang justru menimbulkan konflik dalam bidang ketenagakerjaan,” terangnya. (*/Faqih)

Honda