JAKARTA – Tenaga Ahli Utama Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyebut gerakan deklarasi #2019GantiPresiden merupakan kumpulan pengacau negara. Bahkan, ia menyebut gerakan tersebut saat ini telah dikemas dalam bentuk pengajian untuk memprovokasi masyarakat lainnya.
“Gerakan deklarasi #2019GantiPresiden itu adalah kumpulan dari gerombolan-gerombolan para pengacau negara, dikemas dengan pengajian, dikemas dengan tabligh akbar, dikemas dengan silaturahim, tapi sesungguhnya adalah provokasi kepada masyarakat untuk jangan memilih Pak Jokowi ketika kembali mencalonkan diri sebagai calon presiden,” kata Ngabalin di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (28/8/2018).
Bahkan, menurutnya, sikap relawan Joko Widodo (Jokowi) dengan sikap relawan Prabowo tampak berbeda. Ngabalin menjelaskan, selama ini relawan Jokowi melakukan publikasi di ruang tertutup dan tak mengganggu ketertiban umum.
Sementara, relawan #2019GantiPresiden dinilai melakukan tindakan provokasi terhadap masyarakat di ruang publik dan mengganggu ketertiban umum. Karena itu, tambahnya, kepolisian turun tangan guna menghindari adanya pertikaian di daerah sesuai dengan kewenangannya dalam Pasal 15 UU Nomor 9 Tahun 1994.
“Para relawan yang mendeklarasikan relawan #Jokowi2Periode tidak pernah menggunakan ruang-ruang publik dan mengacaukan. Tidak memprovokasi masyarakat. Mereka selalu membuat di warung, di gedung, dan tidak ada yang menantang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ngabalin juga menilai, meskipun UUD 1945 menjamin kebebasan berpendapat masyarakat, hal itu harus disampaikan dengan sikap menjaga persatuan dan menghargai perbedaan yang ada. Karena itu, ia menilai wajar adanya penolakan masyarakat di suatu daerah terhadap aksi relawan #2019GantiPresiden, seperti terhadap Neno Warisman dan Ahmad Dhani.
“Jadi, kalau Anda datang ke daerah dan mengganggu orang di daerah itu, dia berhak mempunyai kewenangan untuk menolak Anda, bahkan harus diusir keluar seperti di Surabaya itu karena itu mengacau,” kata Ngabalin.
Begitu juga dengan #2019GantiPresiden, menurut dia, tagar tersebut juga termasuk sebagai tindakan makar. Ia pun meminta agar publikasi terkait calon yang diusung harus dilakukan dengan cara yang beradab.
“#2019GantiPresiden itu dimaknai bahwa pada tanggal 1 Januari 2019 pukul 00.00 ganti presiden,” ujarnya menambahkan.
Kendati demikian, menurutnya, Presiden Jokowi tak terganggu dengan aksi relawan #2019GantiPresiden tersebut. Jokowi, kata dia, fokus mengerjakan program pemerintah saat ini.
Ketua DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon mengingatkan Ali Mochtar Ngabalin untuk berhati-hati dalam membuat pernyataan soal gerakan #2019GantiPresiden. Menurutnya, upaya Ngabalin yang mengaitkan gerakan #2019GantiPresiden dengan kegiatan makar adalah tindakan sembrono.
“Saya kira Ali Mochtar Ngabalin harus lebih hati-hati dalam menggunakan kata ‘makar’ dalam menyikapi gerakan 2019GantiPresiden. Boleh tidak suka dan merasa terganggu dengan gerakan ini, namun menyikapinya dengan mengatakan makar adalah tindakan yang sembrono,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/8).
Menurut dia, ada baiknya orang di sekitar istana yang mengerti hukum pidana menjelaskan kepada Ali Mochtar apa yang dimaksud dengan makar dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar sah dikatakan telah terjadi makar.
Jansen menjelaskan, makar atau aanslag adalah istilah dalam hukum pidana. Di KUHP hal mengenai makar ini secara khusus diatur di bawah Bab: Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Inilah benang merahnya. Keamanan Negara. Ia melanjutkan, karenanya jika Ngabalin menggunakan kata makar, berarti posisi negara saat ini dalam keadaan tidak aman.
“Kami meminta Ngabalin segera mencabut ucapannya ini. Karena, ucapan ini selain telah lepas jauh dari konteks makar dalam hukum pidana juga membahayakan demokrasi kita,” ujarnya menjelaskan. (*/Republika)