Mahfud MD Ngaku Tak Anti Khilafah: Khilafah Itu Fitrah
FAKTA BANTEN – Prof Mohammad Mahmud MD mengaku tidak anti dengan konsep kepemimpinan khilafah.
Bahkan menurut Mahfud MD, khilafah adalah sebuah fitrah atau keniscayaan.
Karena itu, Mahfud MD setuju dengan komentar khilafah yang disampaikan oleh Emha Ainun Nadjib yang di-share dan ditanyakan netizen (warganet) kepada guru besar hukum tata negara ini.
“Cak Nun benar. Itu tinggal konsepnya saja. Say kan tidak anti khilafah, malah menurut saya khilafah itu fithrah,” ujar Mahfud MD melalui akun twitternya, Senin (29/10/2018) sekitar satu jam lalu.
Tetapi, kata Mahfud MD, sistem khilafah yang benar-benar baku menurut ajaran Islam tidak ada.
“Sistem bisa berbeda-beda sejak dulu dan di mana-mana. Sistem Indonesia juga sah sebagai kesepakatan yang mengikat,” ujar Mahfud MD.
Simak twit Mahfud MD terkait khilafah berikut ini.
@mohmahfudmd: Cak Nun benar. Itu tinggal konsepnya sj. Sy kan tdk anti khilafah, malah mnrt sy khilafah itu fithrah.
Yg saya bilang, “sistem khilafah yg baku mnrt Islam Islam itu tdk ada”. Sistem bisa ber-beda2 sejak dulu dan di-mana2. Sistem Indonesia jg sah sbg kesepakatan yg mengikat.
Pernyataan Mahfud terkait khilafah itu untuk menjawab pertanyaan salah seorang netizen (warganet) pemilik akun @rizalrizal62.
@rizalrizal62 menulis status: Prof @mohmahfudmd bgmn dgn pesan cak nun…..jgn anti khilafah dan jgn cari masalah dgn Allah.
@rizalrizal62 men-share tulisan yang ada foto Emha Ainun Nadjib atau biasa disapa Cak Nun.
Dalam tulisan itu seolah-olah Cak Nun mengingatkan polisi agar tidak membenci HTI karena mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.
Dalam tulisan itu seolah-olah Cak Nun menyarankan politi untuk mengajak dialog anggota HTI dan jangan langsung diberengus karena masalahnya bisa melebar ke organ lain.
Dalam tulisan itu juga disebutkan agar polisi tidak anti khilafah dan jangan mencari masalah dengan Allah SWT.
Simak tulisan berikut ini.
Prof Mahfud: Indonesia Sudah Anut Sistem Khilafah, Tapin Khilafah Felix Siauw Bahaya
Sebelumnya diberitakan , Prof Mohammad Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013, mengatakan Indonesia saat ini sejatinya telah menganut sistem khilafah.
Khilafah yang diberlakukan di Indonesia, kata Mahfud MD, adalah hasil kajian atau musyawarah para ulama pendiri negara ini sebelum memerdekakan Indonesia.
Karena itu, menurut guru besar hukum tata negara Mahfud MD, khilafah yang berlaku di Indonesia bisa jadi berbeda dengan model khilafah yang dijalankan oleh negara-negara Islam di dunia ini.
“Saya pastikan bahwa Indonesia dengan sistem Pancasila ini adalah juga khilafah. Khilafah dalam arti sistem pemerintahan yang khas bagi Indonesia. Al Khilafah al Indonesia, kira-kira,” ujar Mahfud MD dalam sebuah video yang ia share Selasa (2/10/2018) pagi ini.
Dalam video yang berisi potongan acara ILC itu, Mahfud MD tengah menjawab pernyataan ustaz Felix Siauw yang mengungkap sejarah khilafah.
Menurut Mahfud MD, berbicara khilafah bisa didekati dari dua perspektif, yaitu sebagai sistem atau sebagai sebutan kepemimpinan.
Khilafah sebagai sebuah sistem ketatanegaraan, kata Mahfud MD, tidak ada dalam Al Quran dan Hadists nabi Muhammad SAW.
Karena itu, kata Mahfud MD, sesudah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW kemudian lahir berbagai macam khilafah.
“Yang sekarang pun ada 57 jenis negara Islam yang tergabungd alam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Ada 22 negara arab. Itu beda-beda lagi khilafahnya,” ujar Mahfud MD.
Indonesia pun telah menganut sistem khilafah, tetapi model khilafah yang khas Indonesia yang didasarkan kepada Pancasila.
“Khilafah yang khas Indonesia. Al Khilafah al Indonesia, kira-kira. Ini produk itjihad para ulama. Seperti ulama-ulama di negara lain,” kata Mahfud MD.
Berdasarkan kajiannya terhadap hukum tata negara di sejumlah negara Islam dan juga hakum Islam, kata Mahfud MD, tidak ada model khilafah baku yang harus diikuti.
“Sewaktu saya kuliah, guru saya pimpinan Muhammadiyah mengatakan, tidak ada khilafah yang harus diikuti. Boleh bikin sendiri-sendiri. Bahkan beliau mengatakan indonesia ini sudah negara yang sangat sesuai dengan syariat Islam,” katanya.
Karena itu, Mahfud tidak sependapat dengan model khilafah yang disampaikan oleh ustaz Felix Siauw.
“Khilafah dalam konsep FPI dan HTI itu adalah sistem pemerintahan. Dan itu jelas-jelas ideologi yang bertentanngan dengan Pancasila. Kalau khilafah sebutan sebagai pemimpin, itu tidak menjadi soal. Tidak apa-apa. Tapi khilafah gerakan ideologi untuk mengganti sistem yang sudah disepakati yang bernama Pancasila itu jelas-jelas gerakan terlarang.” kata Mahfud MD.
Mahfud MD mengaku sudah mendengar langsung penjelasan konsep khilafah dari para petinggi Hizbut Thahrir Indonesia (HTI) sehingga ia berkesimpulan khilafah yang diusung HTI terkait dengan sistem pemerintahan.
“Oleh sebab itu mereka (HTI) menolak demokrasi. Menganggap demokrasi itu thogut. Menolak negara kebangsaan, mereka maunya transnasional. Satu negara yang berdasarkan Islam yang meliputi berbagai bangsa menjadi satu negara,” ujar Mahfud MD.
Jika khilafah dalam pengertian sistem tata pemerintahan yang terus diperjuangkan, maka itu sangat berbahaga bagi Indonesia.
“Oleh sebab itu tetap berbahaya gerakan khilafah itu sebagai sebuah gerakan alternatif ideologi,” ujar Mahfud MD.
MUI NIlai Khilafah Tidak Bisa untuk Pemerintahan
Sebelumnya diberitakan Wartakotalive.com, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai sistem khilafah tidak bisa lagi digunakan dalam sistem pemerintahan negara mana pun.
Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Ikhsan Abdullah mengatakan, kerangka politik khilafah bertolak belakang dengan sistem demokrasi negara modern saat ini.
Menurutnya, kekhalifahan sudah kehilangan legitimasinya di dunia.
Juga, tidak ada negara modern yang menggunakan sistem tersebut, bahkan di Timur Tengah.
“Kekhalifahan di dunia juga telah kehilangan legitimasi. Hilang sejak masa Ottoman terakhir di Turki. Jadi kita tidak relevan lagi bicara khilafah,” kata Ikhsan saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (15/5/2017).
Pada zaman Kesultanan Ottoman berakhir, sistem khalifah juga sudah tidak digunakan lagi.
Kesultanan ini pun pecahannya memisahkan diri dan membentuk negara-negara bagian.
“Mereka membentuk negara yang mempunyai batas teritori. Sudah kehilangan legitimasi internasional. Bahkan kalau dihidupkan, ya amat sulit. Jangankan di Indonesia, di suku saja sulit. Sudah enggak ada lagi,” katanya.
Begitu juga di Indonesia, Ikhsan menjelaskan, sistem khilafah tentu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Namun, jika hanya sebagai wadah pembelajaran dan sejarah, hal tersebut tentu tidak perlu dikhawatirkan oleh pemerintah.
“Kalau khilafah itu berkaitan dengan sistem negara berkebangsaan kita sudah final, tidak ada lagi gagasan yang di luar NKRI. Jadi sebagai negara, kita sudah selesai, jangan lagi ada pemikiran atau ide yang ingin mengubah NKRI,” tuturnya.
Ikhsan menambahkan, dari pengamatan sementara MUI, sebenarnya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum menunjukkan ancaman dalam perspektif syiar agama dan dakwah.
Hanya, yang patut dikhawatirkan adalah apakah ada agenda mendirikan sistem khilafah di Indonesia.
Oleh karenanya, lanjut dia, MUI tengah membuka kajian khusus membahas HTI dengan menghadirkan sejumlah ahli dari luar, seperti pakar organisasi dan ahli sosiologi.
“Yang kita curigai dan waspadai, apakah yang dimaksud dengan khilafah di HTI itu hendak membangun negara yang di luar NKRI,” katanya.
Langkah pembubaran HTI harus melewati proses peradilan. Sebelum ada keputusan, lanjut dia, pemerintah tidak boleh membubarpaksakan HTI, karena akan berdampak buruk pada sistem demokrasi.
“Kalau namanya pembubaran organisasi, juga harus ada terapinya, ada ketentuannya. Yaitu UU Ormas No 17 Tahun 2013. Kan itu menyangkut hak berserikat, berkumpul, dan berorganisasi yang legal. Jadi kalau pemerintah membubarkan HTI, yang harus dilakukan adalah dengan cara yang baik,” paparnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Dalam Negeri tengah melakukan kajian untuk menggugat HTI ke pengadilan.
HTI dianggap menyebarkan sistem khilafah yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. (*/Wartakota.com)