Sertifikasi Dai Kemenag Tak Laku, MUI hingga PA 212 Menolak
JAKARTA – Program sertifikasi dai yang diusulkan Menteri Agama Fachrul Razi mendapat sejumlah penolakan dari ormas keagamaan. Mereka menilai, Kemenag tak seharusnya membuat program sertifikasi untuk penceramah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direncanakan Kemenag untuk bekerja sama dalam program ini, malah lantang menolaknya. Keputusan untuk menolak program sertifikasi penceramah Kemenag itu diambil dalam keputusan Rapat Pimpinan MUI, Selasa (8/9).
“Oleh karena itu MUI menolak rencana program tersebut,” kata Wakil Ketua MUI Muhyiddin Junaidi yang tertuang dalam Pernyataan Sikap MUI Nomor Kep-1626/DP MUI/IX/2020 yang diterima wartawan, kemarin.
Muhyiddin menjelaskan, MUI menolak program sertifikasi penceramah lantaran usulan itu telah menimbulkan kegaduhan, kesalahpahaman, dan kekhawatiran intervensi dari pemerintah pada aspek keagamaan di Indonesia. Potensi intervensi itu dalam pelaksanaannya dapat menyulitkan umat Islam.
“Berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu sebagai alat untuk mengontrol kehidupan keagamaan,” kata Muhyiddin.
Ia menyatakan MUI dapat memahami pentingnya program peningkatan kompetensi bagi para dai atau mubalig untuk meningkatkan wawasan keagamaan. Terlebih, saat ini materi keagamaan kontemporer seperti ekonomi Syariah, bahan produk halal, wawasan kebangsaan sangat penting untuk dipahami.
Kendati begitu, Muhyiddin menyarankan agar program tersebut diserahkan ke pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan hal tersebut. Termasuk di antaranya oleh MUI dan ormas/kelembagaan Islam lainnya.
Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad juga menolak program tersebut. Ia menyebut, dai yang berasal dari ormas maupun swasta tak perlu mengikuti program sertifikasi penceramah.
Menurut Dadang, penceramah yang memiliki latar belakang ormas keagamaan tertentu pasti berpandangan bahwa kegiatan dakwah dan ceramah kepada umat merupakan suatu panggilan agama. Penceramah disebutnya hanya menyampaikan pengetahuan keagamaan kepada orang lain sebagai perintah yang diajarkan dalam agamanya masing-masing.
Dadang menegaskan, sertifikasi penceramah hanya cocok diterapkan bagi penceramah formal yang digaji oleh negara. Sementara, pendakwah yang berasal dari ormas keagamaan tak memerlukan sertifikasi penceramah dari Kemenag.
“Ya, sertifikasi penceramah itu cocok bagi penceramah formal yang digaji negara, seperti penyuluh agama atau tokoh agama yang berstatus PNS,” kata dia.
Program sertifikasi penceramah juga ditentang oleh PA 212. Ketua Umum PA 212 Slamet Maarif menilai, Kemenag kurang kerjaan membuat program itu.
“Kita itu menolak program sertifikasi ulama/dai. Ini Kemenag kurang kerjaan, anggaran enggak punya, sok-sokan mau buat sertifikasi ulama,” kata Slamet kemarin.
Slamet juga menilai program sertifikasi penceramah lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaat bagi penceramah dan umat Islam. Slamet menyatakan, sejumlah ustaz yang bergabung dalam PA 212 tak akan mengikuti program tersebut.
Bahkan Wakil Sekretaris Jendral PA 212 Novel Bamukmin mengajak umat Islam memboikot dai atau penceramah yang mengikuti program sertifikasi. Novel menilai, program sertifikasi penceramah berpotensi menjadikan dai dari kalangan Islam menjadi penceramah yang menyamapaikan dakwah dengan menyembunyikan kebenaran dan menyesatkan.
“Kalau Kemenag paksakan maka jangan salahkan rakyat, khususnya umat Islam, yang istiqomah akan agamanya melakukan perlawanan dengan pemboikotan terhadap dai-dai bersertifikat,” kata Novel dalam keterangan resminya dilansir dari CNNIndonesia.com.
Tidak hanya itu, Novel juga khawatir program tersebut justru membuat para dai mendukung kekuasaan yang saat ini dinilai tak berpihak kepada umat islam. Menurut Novel, para dai dan ulama hakikatnya adalah oposisi dari penguasa. Tugas mereka, kata Novel, mengkritisi dan mengontrol jalannya kekuasaan agar tidak semena-mena kepada masyarakat dan tidak menyimpang dari ajaran agama.
Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi menyampaikan bahwa program sertifikasi dai oleh Kementerian Agama akan bergulir bulan ini. Target awal, program ini bisa diikuti 8.200 penceramah.
Program penceramah bersertifikat ini diberlakukan untuk semua agama. Meski demikian, penyelenggaraan program tersebut sengaja digelar secara sukarela oleh Kemenag.
Program sertifikasi penceramah direncanakan oleh Fachrul pada medio akhir 2019 lalu. Saat itu Fachrul sempat mengeluhkan banyak penceramah yang membodohi umat lewat ceramah. (*/CNN)