Istilah itu Bernama Dendam Kemiskinan
Benz Jono Hartono, Praktisi Media Massa
Pembukaan
Dalam sejarah panjang peradaban manusia, kemiskinan bukan sekadar keadaan ekonomi, ia adalah luka sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Ada istilah yang jarang disebut, tapi membayangi setiap sudut kampung, lorong kota, dan hati kaum yang terpinggirkan, dendam kemiskinan.
Dendam ini lahir dari getirnya hidup, dari perihnya ketidakadilan, dan dari jeritan batin mereka yang merasa dipaksa menjadi pecundang dalam sistem yang tidak adil.
Kemiskinan Lebih dari Sekadar Angka
Negara, birokrasi, dan lembaga-lembaga internasional sering mereduksi kemiskinan menjadi statistik, sekian persen di bawah garis kemiskinan, sekian juta yang rentan.
Padahal, kemiskinan adalah wajah seorang ayah yang tak mampu membeli seragam sekolah anaknya. Kemiskinan adalah air mata seorang ibu yang mengelus kepala bayi kurusnya sembari menahan lapar.
Dan di sanubari mereka, terkumpul sebuah bara kecil yang menyala, bernama dendam. Bukan dendam pada individu, tetapi pada keadaan yang memaksa mereka tunduk dalam kemiskinan.
Dendam yang Menjadi Warisan
Mengapa disebut dendam kemiskinan? Sebab ia kerap diwariskan. Anak yang lahir dalam kemiskinan sering dipenjara oleh keterbatasan sejak lahir.
Akses pendidikan terbatas, kesehatan mahal, pekerjaan layak hanya mimpi. Ketika mereka gagal memutus rantai itu, dendam pun menebal, dendam pada nasib, pada sistem sosial, pada negara yang tak hadir sepenuhnya.
Dendam inilah yang kemudian melahirkan amarah sosial yang bisa muncul dalam berbagai rupa, kriminalitas, radikalisme, bahkan apatisme massal.
Sistem yang Memelihara Dendam Itu
Dendam kemiskinan tidak tumbuh di ruang hampa. Ia dipelihara oleh struktur yang timpang, kapitalisme rakus yang menumpuk harta pada segelintir tangan, birokrasi korup yang menutup jalan bagi kaum miskin untuk bangkit, serta politik pencitraan yang hanya menjadikan kaum miskin sebagai komoditas janji setiap musim pemilu.
Di sinilah kemiskinan berubah wajah menjadi dendam yang diam-diam menggerogoti sendi bangsa.
Memutus Rantai Dendam
Dendam kemiskinan hanya bisa ditebus dengan keberpihakan nyata. Bukan sekadar bansos yang bersifat karitatif, tapi perubahan struktur yang radikal, pendidikan gratis berkualitas, layanan kesehatan universal, reformasi agraria, kesempatan kerja yang adil, dan sistem ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil. Selama keadilan sosial hanya jadi slogan, dendam kemiskinan akan terus menjadi bom waktu.
Penutup
(dendam Itu peringatan)
“Istilah itu dendam kemiskinan”, sejatinya adalah peringatan bagi kita semua. Selama masih ada anak bangsa yang tidur tanpa makan, selama masih ada yang putus sekolah karena tak mampu bayar, selama masih ada yang bekerja tapi tetap miskin, maka dendam itu terus bersemayam. Dan suatu hari, ia bisa meledak dalam bentuk yang tak kita duga.
Karena kemiskinan bukan sekadar soal perut kosong. Ia adalah luka harga diri. Dan dendam yang lahir darinya hanya bisa diredakan oleh keadilan sejati. ***
