Konspirasi Politik di Balik Penolakan Revisi UU TNI

Oleh: Benz Jono Hartono, Praktisi Media Massa
Pembukaan
Polemik mengenai revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) terus menjadi perbincangan hangat di kalangan politikus, akademisi, dan masyarakat sipil.
Berbagai pihak menolak revisi tersebut dengan alasan mengancam demokrasi dan profesionalisme TNI.
Namun, ada juga dugaan bahwa penolakan ini bukan sekadar demi kepentingan rakyat, melainkan bagian dari konspirasi politik yang melibatkan kepentingan tertentu.
Latar Belakang Revisi UU TNI
Pemerintah mengusulkan revisi UU TNI dengan berbagai alasan, seperti menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman, memperjelas peran TNI di luar tugas pertahanan, serta memberikan kepastian hukum dalam operasi militer selain perang. Beberapa poin kontroversial dalam revisi ini antara lain:
1. Peningkatan Kewenangan TNI di Ranah Sipil
Revisi ini memungkinkan TNI lebih aktif dalam sektor non-militer, seperti penanganan bencana, terorisme, dan keamanan siber. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa TNI dapat kembali ke politik praktis seperti di era Orde Baru.
2. Perpanjangan Masa Jabatan dan Keterlibatan Purnawirawan
Salah satu poin revisi juga mengatur kemungkinan perpanjangan masa jabatan perwira tinggi dan keterlibatan lebih luas bagi purnawirawan TNI dalam pemerintahan. Ini memicu dugaan bahwa revisi UU ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan elite militer tertentu.
Penolakan dan Indikasi Konspirasi Politik
Meskipun ada alasan rasional untuk menolak revisi UU TNI, beberapa pengamat menilai bahwa penolakan ini tidak sepenuhnya murni.
Berikut adalah beberapa indikasi adanya konspirasi politik di balik penolakan ini:
1. Pertarungan Elite Sipil vs Militer
Sejak reformasi, ada upaya membatasi peran TNI dalam politik. Penolakan revisi ini bisa jadi adalah upaya kelompok sipil tertentu untuk mempertahankan dominasi mereka dalam pemerintahan.
2. Kepentingan Oligarki dan Aktor Politik
Beberapa oligarki dan politisi yang memiliki kepentingan dalam sektor pertahanan dan bisnis keamanan mungkin tidak ingin perubahan dalam struktur TNI. Dengan menolak revisi, mereka dapat mempertahankan status quo yang menguntungkan mereka.
3. Friksi Internal di Tubuh TNI
Tidak semua fraksi dalam TNI sepakat dengan revisi UU ini. Ada kepentingan antar-kubu dalam militer yang saling bertarung untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan di lingkungan TNI.
4. Manuver Partai Politik
Beberapa partai politik menggunakan isu revisi UU TNI untuk mendulang dukungan publik atau menyerang pemerintah. Dengan menolak revisi ini, mereka dapat membangun citra sebagai pembela demokrasi, meskipun di balik layar mereka mungkin memiliki agenda tersembunyi.
Dampak dari Penolakan Revisi UU TNI
Jika revisi UU TNI terus ditolak tanpa solusi alternatif, ada beberapa dampak yang bisa terjadi:
-Mandeknya Reformasi TNI
Tanpa revisi, reformasi TNI bisa terhambat dan tidak sesuai dengan kebutuhan zaman.
-Kesenjangan Kewenangan
Ketidakjelasan hukum mengenai tugas TNI di luar sektor pertahanan bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan Polri.
-Munculnya Polarisasi Politik
Konflik antara pendukung dan penolak revisi bisa memperdalam polarisasi politik di Indonesia.
Penutup
Penolakan terhadap revisi UU TNI memang didasarkan pada kekhawatiran akan kembalinya dwifungsi ABRI dan ancaman terhadap demokrasi. Namun, tidak bisa diabaikan kemungkinan adanya konspirasi politik di balik penolakan tersebut.
Kepentingan politik, bisnis, dan persaingan antar-elite bisa saja berperan dalam dinamika ini.
Agar revisi UU TNI tidak menjadi alat kepentingan segelintir pihak, penting bagi masyarakat untuk terus mengawasi prosesnya secara kritis dan memastikan bahwa perubahan yang dilakukan tetap sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi. ***
