Menunggu Bencana Menegur Perusak Alam? Rakyat Korbannya
Oleh: Madhaer Efendi (Direktur LBH Rakyat Banten)
Kado manis di awal tahun yang membuka semua mata, banjir bandang yang terjadi di Provinsi Banten khususnya Kabupaten Lebak merupakan kejadian yang sangat memilukan masyarakat. Banyak korban yang sampai hari ini belum ditemukan.
Kecamatan Sajira, Cipanas, Lebak gedong, Maja, Cimarga dan Curug Bitung merupakan kawasan yang mengalami dampak longsor dan banjir bandang cukup parah. Beberapa kecamatan tersebut dihantam banjir bandang yang cukup besar, karena dekat dengan aliran sungai Ciberang.
Dari cerita masyarakat sendiri, dahulu itu terdapat banyaknya batu-batu fosil yang besar dan banyak, tetapi sampai hari ini batu-batu tersebut sudah hilang karena aktivitas penambangan batu liar, padahal secara tidak langsung batu-batu tersebut merupakan pondasi alam yang kuat untuk menahan tanah di kawasan tersebut.
Selain dari cerita masyarakat terkait penambangan batu, saat ini di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) banyak terdapat penambangan emas liar tanpa izin yang tersebar dan sangat masif, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selain perseorangan, ternyata terdapat pula korporasi yang mengeruk isi bumi di Gunung Halimun Salak. Terdapat tiga perusahan yang beroperasi di sana, hal tersebut sudah lama dilakukan dan tidak ada pengawasan ataupun tindakan dari pemerintah daerah maupun aparat terkait terhadap aktivitas penambangan tersebut. Selain aktivitas penambangan banyak juga terdapat pembalakan liar yang banyak dilakukan secara diam-diam.
Hal ini lah penyebab terjadinya banjir bandang yang terjadi di daerah Lebak. Kawasan lahan yang dimiliki sekitar 193.000 hektar atau 23 persen dari kawasan 860.000 hektar lahan yang terdapat di Provinsi Banten kondisinya sangat kritis dan lahannya gundul, dan kerap menimbulkan bencana alam dan juga kurangnya perhatian untuk dimanfaatkan, tapi bukan untuk dideforestasi gunungnya dan ditinggalkan begitu saja sampai akhirnya terjadilah bencana.
Pada akhir tahun 2019, peringatan dini akibat longsor di Lebak sudah terjadi, dimana kawasan wisata di daerah Gunung Halimun desa Citorek, kecamatan Cibeber masuk ke dalam kategori rawan bencana sehingga negeri di atas awan itu ditutup, karena terjadi longsor dan menutup akses jalan menuju kawasan wisata tersebut. Pasca pembangunan jalan menuju kawasan wisata tersebut tidak berapa lama daerah terebut longsor.
Timbul sebuah pertanyaan apakah tempat wisata negeri di atas awan itu sudah diatur di RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Banten dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruangnya) Kabupaten Lebak ?
Banyak peringatan dini, yang harus menjadi perhatian dan tidak luput pengawasan. Adanya Longsor dan curah hujan tinggi selama beberapa bulan ke depan ini dan bisa menjadi antisipasi pemerintah dan instansi terkait. Apalagi ada keinginan pemerintah pusat akan menghapuskan analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan izin mendirikan bangunan (IMB). Yang dinilai sebagai proses menghambat masuknya investasi. Padahal AMDAL dan IMB merupakan mekanisme penting yang tidak dapat dihapus. Rencana pemerintah menghapus AMDAL dan IMB menitikberatkan pembangunan untuk perekonomiannya saja, hingga akhirnya meniadakan dari sisi aspek lingkungan dan aspek masyarakat. Kawasan atau tempat yang akan dibangun tidak melihat dari berbagai aspek, baik secara mitigasi bencana KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), maka siap-siap saja akan terjadi Ekosida (kejahatan penghancuran ekosistem) karena kurangnya memperhatikan hal-hal tersebut.
Saat ini pemerintah pusat sedang menggodok OMNIBUS LAW (merupakan undang-undang yang memuat beragam hal yang keberadaannya merevisi beberapa undang-undang terkait). Dimana aturan ini diminta untuk dipercepat di DPR RI, pemerintah terus beradu cepat dengan niatnya untuk membangun infrastruktur. Dengan membuat peraturan itu bisa jadi memaksa aturan-aturan yang sudah ada akan hilang, demi meningkatkan pendapatan melalui Pajak dan pembangunan kawasan-kawasan Industri strategis atau ekstraktif saat ini, dan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Saat ini Pemerintah Pusat, Provinsi dan hingga tingkat Kabupaten/Kota coba menyelaraskan pembangunan, tanpa melihat aspek dan dampak yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
Di Lebak kental akan adat, apa lagi disana ada Masyarakat Baduy dan masyarakat adat lainnya yang terus menjaga kelestarian lingkungannya. Teringat pepatah baduy “Gunung teu meunang dilebur lebak teu meunang diruksak”, inilah pesan tersirat yang harusnya menjadi pedoman. Dalam amanah UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan untuk kesejahteraan rakyat. Perlu diingat, saat pemerintah meminta haknya untuk mengelola sumber daya alam, pemerintah juga harus menjalankan kewajibannya untuk melindungi rakyatnya.
Jangan sampai pemerintah lupa dan hanya mengambil keuntungannya saja tanpa memikirkan masyarakatnya. (***)