Pengamat Atau Penghianat?

Sankyu

Oleh: Zaenal Abidin, Ketua Lakpesdam PCNU Pandeglang

Saya dikirimi berita dari salah satu online di Pandeglang yaitu faktabanten.co.id edisi jumat 9 juni 2023 dengan judul berita “Bupati Pandeglang Digoyang Demo, pengamat Khawatir Mahasiswa Disusupi Kepentingan Personal dan Politik”.

Bagi saya yang membaca, komentar pengamat yang dimuat di media tersebut adalah statement syarat akan pesanan.

Suatu statement yang dimaksudkan untuk mendelegitimasi gerakan mahasiswa yang kian hari semakin intens digelar di Pandeglang.

Munculnya statement semacam ini, datang dari pengamat atau akademisi yang membela selera kekuasaan tapi sentimen terhadap gerakan massa, menebalkan ingatan saya pada apa yang disebut dengan “Penghianatan Kaum intelektual “. Dan ini bukan barang baru, tapi akan ada setiap saat dari zaman ke zaman.

Kekuasaan paham betul bahwa perubahan sosial bukan diciptakan oleh kaum mayoritas, tapi dimulai dari bergejolaknya kelompok tengah yang menurut Easton berisi kaum terdidik, sehingga kelompok kekuasaan (elit) akan selalu menerapkan standar ganda terhadap para pengkritik dan akademisi.

Kekuasaan akan selalu mengupayakan perselingkuhan dengan kalangan intelektual demi mendapatkan fatwa dan teori agar kejahatan yang mereka perbuat mendapat dukungan secara legal.

Padahal, lazimnya dalam negara demokrasi, para kaum intelektual merupakan elemen penting dalam mengawal demokrasi, serupa think thank di saat kekuasaan melakukan abuse of power.

Sehingga kritik atas kekuasaan adalah sesuatu yang lumrah. jika tidak ada kritik, justru patut dicurigai kaum intelektual sedang bercumbu dengan elit untuk memanipulasi keadaan demi melanggengkan kekuasaan.

Sekda ramadhan

Saya pikir, komentar pengamat apalagi berlabel akademis yang mencurigai gerakan mahasiswa adalah kurang kerjaan atau memang sedang butuh pekerjaan.

Bagi saya, pembelaan terhadap elit dengan mendiskreditkan gerakan mahasiswa adalah tindakan yang kelihatan oportunisnya.

Seharusnya pengamat yang berlatar akademis melihat gerakan mahasiswa sebagai sesuatu yang tandus dan gersang sehingga butuh mata air dan suluh ilmu pengetahuan untuk menghidupkannya, bukan malah numpang hidup sembari mencacinya.

Saya kok jadi aneh, ada akademisi yang risih dengan gerakan mahasiswa. Lucunya lagi, ia mempersoalkan tuntutan mahasiswa yang meminta Bupati mundur, dengan alasan tuntutan itu bersifat personal dan ada muatan politis.

Lah, bukannya tuntutan mundur itu jauh lebih manusiawi ketimbang mahasiswa menuntut Bupati dipecat atau diberhentikan.

Menuntut mundur berarti meminta kerelaan untuk introspeksi diri seorang pemimpin jika memang dirasa tidak mampu memajukan daerahnya, lebih baik mundur, begitu bukan.

Menurut saya, menjadi corong sekaligus humas swasta pemerintah daerah sah-sah saja dilakukan untuk tujuan tertentu, akan tetapi berfatwa atas nama akademisi dengan menikam gerakan mahasiswa dari belakang adalah bentuk penghianatan Intelektual.

Saya masih meyakini para intelektual dan akademisi adalah seorang begawan.

Ia tidak larut dalam konspirasi, tapi akan turun gunung ketika protes terhimpit di balik tilam kekuasaan. Saya tidak ingin melihat para akademisi bersimpuh di kaki kekuasaan, karena penghianatan kaum intelektual adalah matinya penerang jalan kebenaran. ***

Zaenal Abidin, Ketua Lakpesdam PCNU Pandeglang / Dok
Honda