Tradisi Rempah-Rempah

DPRD Pandeglang Adhyaksa

Oleh : Emha Ainun Nadjib

Sabrang datang ke rumah sore-sore dan kami mengobrol. Tentu saja tentang Corona. Sabrang termasuk yang paling mencemaskan penyebaran Covid-19 dikaitkan dengan rendahnya inisiatif, sistem dan kinerja Pemerintah RI. Ia bilang “Kalau diselenggarakan rapid testuntuk 10.000 orang sehari, kita butuh tiga tahun untuk mencapai keseluruhan penduduk NKRI”.

Sementara itu Peneliti Inggris dari Associate CMMID Profesor Stefan Flasche menyatakan ”jumlah kasus Covid-19 yang tidak terdeteksi di Indonesia sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu hingga ratusan ribu kasus. Namun, kasus-kasus infeksi virus Corona SARS-COV-2 ini tidak terdeteksi karena rendahnya tingkat pengetesan oleh pemerintah”.

“Berdasarkan data, angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dengan persentase mencapai 8,7 persen atau 78 kematian dari 893 kasus per Kamis (26/3). Namun, angka pengetesan Covid-19 di Indonesia termasuk yang terendah di dunia”. “Pekan lalu, Indonesia baru melaksanakan 1.727 tes. Jika dibandingkan dengan total penduduk, baru satu orang di tes dari 156 ribu orang. Dengan demikian, diperkirakan masih banyak penderita Covid-19 yang belum teridentifikasi. Pembelian 150 ribu alat tes dari China diharapkan bisa mempercepat identifikasi mereka yang terduga terinfeksi virus Corona”.

Salah seorang dokter dari Jamaah Maiyah tidak habis pikir terhadap jumlah orang yang terinfeksi di Bali. Di awal-awal hari Corona dulu Indonesia obral murah harga tiket dan buka pintu lebar-lebar bagi turis untuk masuk Indonesia. Turis China ambyur terjun ke Bali segitu banyaknya. Bagaimana mungkin angka terinfeksi di Bali hanya 9 orang. Baru sekarang, tiga hari ini sampai besok turis-turis Eropa, Jerman, Perancis dan Inggris dipulangkan pakai pesawat carteran. Mestinya kita semua ini sudah dedel-duel hancur berantakan oleh Corona.

Padahal Pemerintah kita seperti “mengharamkan” kata lockdown. Jakarta baru sekarang mau isolasi dan rencananya mau latihan dan simulasi dulu. Walikota Tegal bilang “lebih baik saya dibenci daripada membuka pintu kepada maut bagi rakyat saya”. Walikota Malang jauh sebelumnya sudah memutuskan lockdown, tapi Gubernur Khofifah bilang “itu hanya hoax”.

Benar-benar Indonesia ini sangat mengagumkan. Dengan jumlah penduduk yang “sak-ndayak” dan kesembronoan seperti ini fakta statistiknya keparahan Corona kita ada di bawah Thailand, Filipina, Malaysia, Finlandia, Jepang, Polandia, apalagi dibanding Australia, Brazil, Korea Selatan, Inggris. Jangankan lagi Italia dan Amerika Serikat.

Loading...

Di tulisan kemarin saya katakan tentang langkah-langkah Pemerintah RI: “Antum a’lamu biumuri dunyakum”. Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian. Kalian sudah berjuang mati-matian dengan biaya besar untuk menjadi pemimpin, sekarang pimpinlah. Saya dan Jamaah Maiyah hanya rakyat kecil yang sejak awal memang berjuang mengurangi ketergantungan kami semua kepada Negara dan Pemerintah.

Ada empat kemungkinan kenapa sebagaimana korban Coronavirus, Indonesia tampak tidak separah yang serasionalnya. Yang dua terakhir insyallah tidak bisa diterima atau disetujui oleh ilmu-ilmu mainstream.

Pertama, politik dan birokrasi: kalau pakai Bahasa Sabrang: “durung konangan wae”, karena sistem dan mekanisme verifikasi kita rendah — senada dengan hasil penelitian Inggris di atas.

Kedua, Yang terjangkit Coronavirus bisa tidak merasakan apa-apa, tidak terkategori sebagai ODP, PDP, Suspect atau OTG (karena Negara tidak tahu, dan meskipun mereka menularkan ke sekelilingnya), terutama kaum muda, yang selewat 14 hari mereka pulih sembuh dengan sendirinya. Ada yang bilang ke saya bahwa separah-parahnya penduduk Indonesia terjangkit Covid-19 tidak akan melewati 12.000.

Ketiga, ada semacam “atmosfer atau tradisi rempah-rempah” yang sudah melingkupi keseharian badan rakyat dan udara Indonesia sejak dahulu kala, sehingga ada semacam imunitas khas Indonesia yang dunia ilmu pengetahuan belum memahaminya. Dunia kesehatan terhadap Covid-19 pun baru saja berkenalan sehingga belum “bersilaturahmi” secara mendalam. Maka jangan harap mereka meneliti empon-empon, kembang turi, brotowali, temulawak, kunir, jahe, pahitan-pahitan dan kecutan-kecutan, panganan ulo, penolak rudal dll.

Keempat, berdustakah Allah kalau Ia menyatakan: “Dan Allah sekali-sekali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidak pula Allah mengadzabmu, sedang engkau minta ampun kepada-Nya”.

Jamaah Maiyah sudah terbiasa dengan “ilmul hudlur”, “gondhelan klambine Kanjeng Nabi”, “segitiga cinta dan dialektika syafaat”, dll.

Ada satu shalawat yang terakhir KiaiKanjeng menggarap musiknya, yakni “Shalawat Asyghil”: “Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad, wa asyghilid dhalimin bid-dhalimin. Wa akhrijna min bainihim salimin, salimin”. Wahai Maha Pengasuh kami semua, limpahkan shalawat dan salam kepada Muhammad junjungan kami beserta keluarganya. Sibukkan orang-orang dhalim dengan orang-orang dhalim. Dan mohon keluarkanlah kami dari kesibukan mereka dalam keadaan selamat. (*/Red)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien