Penyelengara Pemilu di Pandeglang Disebut Tidak Netral, Baik KPU Maupun Bawaslu
PANDEGLANG – Pemilihan umum (Pemilu) 2024 mulai masuk dalam tahapan akhir, pleno penghitungan suara mulai masuk ke tingkat Provinsi. Para penyelengara tingkat desa bahkan tugasnya sudah selesai dalam tahapan pemilu ini.
Untuk penyelanggara tinggal ditingkat Kecamatan dan Kabupaten, setelah semuanya selesai masyarakat tinggal menunggu agenda pelantikan dan akan menghadapi Pilkada serentak di seluruh Indonesia.
Untuk lebih mendalami bagaimana menjadi penyelengara pemilu tingkat Kabupaten, Provinsi dan pusat kali ini tim Fakta Banten melakukan penelusuran bagaimana menjadi seorang Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seperti halnya yang ada di Kabupaten Pandeglang.
Hasil penelusuran tim Fakta Banten pada salah seorang mantan komisioner penyelengara Pemilu tingkat Kabupaten, yang tidak disebut namanya menjelaskan, ada perbedaan cara rekrutmen komisioner penyelengara pemilu, karena pada tahun-tahun sebelumnya untuk tahapan rekrutmen di tingkat Kabupaten dan Provinsi sangat alergi dengan afiliasi pada partai politik.
Akan tetapi untuk sekarang secara terang benderang parpol sangat berperan dalam menentukan kelolosan seseorang menjadi komisioner.
“Banyak perbedaanya antara dulu dan sekarang komisioner di daerah itu punya titipan parpol. Termasuk di Pandeglang baik Bawaslu maupun KPU komisioner titipan parpol, tidak ada yang netral,” ungkapnya sambil tersenyum, Rabu (06/03/2024).
Lanjut, kenapa dirinya sangat tahu karena terbukti rekrutmen untuk pemilu di 2024 ini sejumlah parpol menjadi pemegang kebijakan dalam menentukan siapa yang harus lolos jadi komisioner di tingkatan Kabupaten. Seperti di Pandeglang saja dari lima komisioner KPU dan Bawaslu itu sudah jelas titipan parpol mana mananya.
“Kalau dulu, dekat saja dengan salah satu parpol itu sudah pasti tidak lolos, namun sekarang sangat terang-terangan si A titipan nya parpol ini, si B titipan partai ini. Ga etis saya kalau sebutin nama dan parpolnya, yang pasti saya tahu di KPU dan Bawaslu Pandeglang siapa-siapanya, biarkan publik menilai,” jawabnya saat diminta sebutkan nama dan parpol.
Sementara itu, akademisi Universitas Mathla’ul Anwar (UNMA) Banten, Ali Nurdin menuturkan ada pergeseran nilai dalam seleksi penyelenggaran pemilu mulai dari seleksi sampai dengan orang-orangnya yang akan dijadikan komisioner.
Para calon yang jadi itu banyak dibeking parpol sehingga ketika menjalankan tugas, ada bahasa politik balas budi dari komisioner KPU atau Bawaslu yang jadi sehingga sangat rentan membawa kepentingan parpol.
Lanjut, penyelengara pemilu sekarang dengan yang dulu sangat jauh berbeda ada nilai bergeser yakni menjadi penyelengara itu seolah-olah karir yang berjenjang, padahal kalau menjadi penyelengara pemilu itu adalah pengabdian untuk membantu negara dalam penyelenggaran pemilu.
Lebih jauh, kewibawaan seorang komisioner juga sangat rendah untuk saat ini, tidak seperti dulu karena dulu itu selain selektif dalam rekrutmen nya syarat nya juga harus memiliki pengaruh contoh seperti tokoh, dan orang yang secara ekonomi sudah selesai, sehingga saat menjadi komisioner benar-benar mengabdi, bukan usaha.
“Yang pasti sulit untuk independen dan bertindak tegas bagi penyelengara pemilu hari ini, sebab kepentingannya sangat erat mereka berada pada tubuh partai politik meski secara adminitrasi memang tidak ada namun budaya politik balas budi itulah yang terjadi, seseorang jadi karena dukungan parpol a pasti dia secara tidak langsung akan membantunya lagi,” pungkasnya. (*/Gus)