Banyak Penolakan Rapid Tes di Kota Serang, Mahasiswa: Kurang Edukasi

SERANG – Polemik yang mewarnai jalannya program rapid test untuk masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Serang membuat mahasiswa angkat bicara. Mereka pun mendorong agar Pemkot Serang mau berinovasi memberikan reward terhadap masyarakat yang mendukung program rapid test dari pemerintah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, telah terjadi penolakan di 3 wilayah Kota Serang. Yaitu di Kelurahan Masjid Priyayi, Kecamatan Kasemen, di Kelurahan Taktakan, Kecamatan Taktakan, dan terakhir di Kelurahan Sumur Pecung, Kecamatan Serang. Dan kesemua masyarakt yang menolak beralasan jika mereka takut untuk dilakukan rapid test.
Bahkan, selain dari 3 wilayah tersebut. Sejumlah ulama yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Kota Serang terlebih dulu sempat melakukan penolakan terhadap rapid test, meski hal itu akhirnya diklarifikasi oleh Presidium FSPP jika hal tersebut terjadi karena adanya miss komunikasi.
Ketua Serikat Mahasiswa Sosialis Demokratik (SWOT) Banten, Rifqiyudin Anshari mengatakan, terjadi sejumlah penolakan rapid test oleh masyarakat terjadi karena minimnya edukasi perihal pentingnya rapid test. Sehingga, masyarakat pun mendapat informasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab terkait rapid test yang disebut-sebut menakutkan.
“Pemkot Serang harus menggalakan edukasi kepada masyarakat apa dan bagaimana itu Rapid Tes, seberapa aman dan mekanismenya seperti apa, sehingga masyarakat tidak menilai Rapid Tes sebagai sesuatu yang menakutkan,” katanya kepada wartawan di Kota Serang, Minggu (28/6/2020).
Selain itu, Rifqi mengungkapkan, perlu ada strategi lain dari Pemkot Serang agar masyarakat mau dilakukan rapid test, misalnya kata dia, bagi masyarakat yang berani dilakukannya rapid test harus diberikan reward (penghargaan) khusus. Dengan begitu, ia meyakini jika masyarakat bakal berbondong – bondong ingin di rapid test.
“Selain menggalakan edukasi, saya kira Pemkot Serang juga perlu mengatur strategi lain, misalnya memberikan reward bagi masyarakat yang mau dirapid tes, atau minimal warga yang reaktif pasca rapid harus diberi bantuan, karna mereka nantinya diharuskan mengisolasi diri. Selama Isolasi, tentu kebutuhan ekonominya harus tetap terpenuhi dong,” ujarnya.
Ia melanjutkan, bagi masyarakat yang saat ini sudah menolak dilakukan rapid test. Perlu dilakukan edukasi ulang jika melihat Kota Serang angka kasus positif covid-19 yang justru meningkat.
“Bagi yang menolak, perlu juga Pemkot melakukan bergam pendekatan agar warga mau, ada banyak cara sebenernya kalo Pemkot mau Berpikir,” tegasnya.
Bahkan, ia menegaskan, jika dengan besaran anggaran untuk rapid test yang hampir menyentuh angka Rp 5 miliar, justru seharusnya bisa sedikit dialokasikan untuk memberi daya rangsang masyarakat agar mau dilakukan rapid test.
“Anggarannya kan hampir 5 miliar, itu bisa dibagi untuk rapid test, bisa juga dong dianggarkan untuk ngasih hadiah kepada masyarakat yang berani melakukan rapid test, kalo selama ini rapid test berbayar, Kota Serang berani enggak bahwa yang ikut rapid test malah dibayar, silahkan diatur dan disesuaikan dengan aturan” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang, M. Ikbal menjelaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Serang sendiri menganggarkan hampir Rp 5 miliar untuk program rapid test dengan sasaran Orang Dalam Pantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP).
“Seluruh tenaga medis, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang melayani pelayanan publik, seluruh kelurahan yang didalamnya ada pasien terkonfirmasi positif covid-19 dan Kelurahan zona merah dan ini tersebar di seluruh kelurahan di Kota Serang,” tuturnya.
Dari total anggaran hampir Rp. 5 milar itu, Ikbal menyebut, jika dengan target dari rapid test yang disediakan sebanyak 22.700 yang disiapkan oleh Pemkot Serang. Justru baru 34 persen yang terpakai.
“Alat rapid test yang masih ada di kita 8.000 lebih yang masih jadi cadangan, karena di targetkan dari 22 ribu lebih itu sampai bulan Juli atau oktober. Dari anggaran 5 miliar itu sendiri yang berhasil diserap yaitu 38, 4 persen, karena sekarang ini banyak yang belum digunakan seperti untuk rumah singgah, ini kata dia, harus dilakukan agar tidak terjadi penularan dari keluarga,” terangnya.
Ikbal mengklaim, jika penolakan yang terjadi dibeberapa wilayah di Kota Serang, itu terjadi karena adanya orang yang memprovokasi masyarakat yang minim pengetahuan soal rapid test.
“Provokator saja. Jadi para kiyai dan FSPP tidak ada penolakan tetapi ada beberapa pribadi yang belum faham tapi ketika sudah dijelaskan oleh gugus tugas memahami dan banyak yang mengerti. MUI dan FSPP kemarin mereka suka rela dilakukan rapid test, alhamdulilah berjalan lancar,” pungkasnya. (*/YS)
