SERANG – Sahati (40) dan suaminya Katmo (45), warga Kampung Pasir Kembang, Desa Parakan, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, sepertinya harus tetap bersabar tinggal di rumah mereka yang kondisinya terbilang tidak layak huni.
Sahati dan Katmo tinggal bersama anggota keluarga lainnya selama hampir 11 tahun. Rumah yang kondisinya sudah hampir hancur sejak lama itu, merupakan warisan dari ibunya.
Icih, saudara yang tinggal tidak jauh dari kediaman keluarga Sahati mengatakan, sebenarnya dirinya prihatin dan tidak tega bila saudaranya itu harus tinggal bersama suami, ibu dan empat orang anaknya di rumah yang keadaannya rusak.
Namun, karena mengalami kondisi ekonomi yang tidak jauh berbeda, Icih mengaku tidak dapat berbuat banyak.
“Di daerah sini banyak yang dapet bedah rumah. Tapi kok di sini mah nggak pernah dibantu pemerintah biar dibenerin. Kalau hujan pada kebasahan, bocor. Masa mau ke rumah orang? Kan malu,” katanya, Kamis (14/12/2017).
Sepengetahuannya, sudah banyak yang datang mengunjungi rumah Sahati dan menjanjikan bantuan. Tapi, tetap tidak ada bantuan dari pemerintah hingga saat ini.
“Yang moto mah udah banyak dari dulu. Kapan yah mau dibenerinnya? Semoga cepet didatengin pemerintah. Kata yang moto mudah-mudahan pemerintah turun. Semua bilang gitu. Tapi nggak ada juga sampe sekarang gak turun-turun,” ungkapnya.
Sementara itu, Sahati mengaku, tetap sabar menjalani hidup bersama anak-anaknya, Muhammad Samudi (21), Iwan Sobari (18), Siti Asmawati (12) dan Nurul Fitriah (4) yang menderita gizi buruk serta ibunya, Rukmini. Penghasilan suaminya yang bekerja sebagai buruh borongan di pabrik PCB, dan dirinya yang hanya mengandalkan hasil jualan, diakui tetap tidak lah cukup untuk berbuat lebih terutama dalam upaya perbaikan rumahnya.
“Penghasilan nggak tentu. Saya tiap hari cuma jualan sama ngurusin ibu sama anak,” katanya.
Sahati tidak henti-henti berharap pemerintah mau memperbaiki rumahnya. Ia khawatir, bila sewaktu-waktu, rumahnya roboh dan menimpa para penghuninya.
“Dari dulu juga berdoanya semoga bisa cepet dibantu. Takut ngerubuhin yang di dalem (rumah),” ucapnya.
Berdasarkan pantauan, rumah berukuran kira-kira 6×5 meter ini dibangun dengan dinding bambu atau bilik. Tampak di beberapa bagian bilik rusak dan hanya ditutupi oleh kain, seng atau karung-karung bekas.
Bagian atap, terbuat dari ijuk kasar yang tidak menutupi seluruhnya. Bolongan-bolongan besar tampak di sana sini sehingga bila turun hujan, air akan langsung masuk. Begitu pun dengan lantai tanah yang akan becek bila turun hujan. Sahati dan keluarga bahkan terpaksa menggunakan alas kaki di dalam rumah. (*/David)