Ilham Bintang: Jadi Wartawan Itu Berat
SERANG – Maraknya info hoax dan produk jurnalistik yang kerap dinilai bermasalah akhir-akhir ini, menjadi sorotan serius dari banyak pihak, termasuk oleh organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham Bintang, menjelaskan, bahwa untuk menghindari hoax, wartawan harus berpegang pada kode etik jurnalistik dalam karya jurnalistiknya.
Karenanya, menurut Ilham Bintang, menjadi wartawan itu berat, karena harus menjaga profesionalisme dan terikat pada aturan-aturan tertentu.
Dikatakannya, selain info hoax yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat, karya jurnalistik yang tidak mematuhi kode etik juga akan berdampak negatif dan merusak citra pihak-pihak lain. Salah satu yang dicontohkan oleh Ilham, yakni berita-berita yang memuat identitas anak di bawah umur pelaku maupun korban kejahatan.
“Kode etik kita melarang, berita memuat identitas anak di bawah umur baik pelaku kejahatan maupun korban. Karena dampaknya bisa buruk, tapi masih banyak media kita, bahkan media-media ternama dan televisi Nasional melakukan kesalahan itu,” jelas Iham Bintang, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Wartawan Banten, Jumat (13/4/2018).
Ilham Bintang juga mengungkapkan bahwa kode etik jurnalistik, berpegang pada sistem nilai dalam ajaran agama Islam, seperti dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat.
“Wahai orang-orang yang Beriman, apabila datang seorang fasiq dengan membawa suatu informasi maka periksalah dengan teliti agar kalian tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum karena suatu kebodohan, sehingga kalian menyesali perbuatan yang telah kalian lakukan,” papar Ilham membacakan tafsir ayat tersebut.
Prinsip dan etika untuk menghasilkan berita yang baik, yakni meneliti kebenaran informasi sebelum disiarkan.
“Cek and ricek dulu sebelum berita ditayangkan, ini salah satu etika yang penting untuk menghasilkan berita yang baik. Tapi banyak wartawan belum paham,” tegas Ilham.
Pelopor jurnalisme infotainment ini juga menekankan pentingnya memperhatikan kompetensi dan kewenangan orang yang diwawancarai, untuk menghasilkan berita yang baik dan berimbang.
“Penting seorang wartawan melakukan cover both side, lihat kompetensi siapa yang diwawancarai”.
Ilham Bintang secara gamblang juga menjelaskan kegelisahannya, terhadap produk jurnalistik yang mengedepankan rating, tapi tak memiliki nilai positif untuk publik.
“Ada berita menyerang seseorang, biasanya media apalagi di era sekarang online atau televisi, biasanya ditampilkan dulu beritanya baru belakangan diwawancarai lagi pihak yang diberitakan negatif. Pada akhirnya terjadi praktek adu domba. Media hanya menyerahkan kepada publik itu orang saling bertengkar dan berkelahi. Bahkan berminggu-minggu berita itu muncul di media, tapi kita nggak tahu substansinya apa. Ini rusak,” tegasnya.
Di akhir sesi, Ilham mengajak masyarakat pers untuk memperbaiki kondisi ini dengan meningkatkan profesionalisme dan mematuhi kode etik.
“Tidak ada yang bisa membendung (berita-berita) bahkan polisi bintang tujuh juga tidak bisa itu. Kecuali wartawan atau media itu sendiri. Karenanya menjadi wartawan itu berat,” pungkasnya. (*/Red)