Ketua PD Persis Kota Serang: Raperda Kepariwisataan Harus Selaras dengan Norma Agama dan Adat Lokal
SERANG – Ketua Pimpinan Daerah Persatuan Islam (PD Persis) Kota Serang, Ahmad Syakim Anshoruddin, menegaskan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan perlu dikaji secara mendalam agar tidak bertentangan dengan norma agama dan adat istiadat masyarakat Kota Serang.
Pernyataan ini disampaikan Ahmad Syakim Anshoruddin, menyusul adanya penolakan dari Fraksi PKS dan PPP saat rapat paripurna DPRD Kota Serang terhadap sejumlah pasal dalam Raperda tersebut, yang dinilai berpotensi membuka ruang bagi praktik yang tidak sesuai dengan karakter Kota Serang sebagai kota santri dan madani.
Ahmad Syakim Anshoruddin mengatakan, secara normatif Pemerintah Kota Serang memang perlu memiliki Perda yang mengatur penyelenggaraan kepariwisataan. Regulasi itu penting untuk memastikan kegiatan wisata berjalan tertib, memberikan manfaat bagi wisatawan, pelaku usaha, serta berkontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Secara normatif, pemerintah memang harus memiliki Perda tentang penyelenggaraan kepariwisataan. Namun, substansinya harus selaras dengan norma agama dan adat masyarakat Kota Serang,” ujar Ahmad Syakim Anshoruddin, yang juga menjabat sebagai Pengawas Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) Kota Serang, Rabu (03/12/2025).
Ia menilai, sebelum disahkan, pemerintah perlu membuka ruang konsultasi publik untuk menyerap masukan dari masyarakat, tokoh agama, dan organisasi kemasyarakatan. Hal ini penting agar Perda yang dihasilkan benar-benar mencerminkan nilai-nilai masyarakat Kota Serang.
“Perlu ada konsultasi publik agar masyarakat ikut memberi masukan. Jangan sampai nanti ada pasal-pasal yang menimbulkan kegaduhan,” ucapnya.
Ahmad mengungkapkan, setelah menganalisis substansi Raperda Kepariwisataan, pihaknya menyampaikan beberapa catatan penting:
Yaitu yang pertama harus dipertahankan, bagi pasal-pasal yang tidak bertentangan dengan norma agama dan adat istiadat masyarakat.
Yang kedua Direvisi, bagi pasal yang belum sepenuhnya sesuai dengan nilai keagamaan dan sosial masyarakat, misalnya soal pengaturan waktu kegiatan wisata.
Lalu, yang harus dihapus, jika ketentuan tersebut bertentangan langsung dengan norma agama dan adat setempat, seperti aturan yang berpotensi melegalkan minuman beralkohol, klub malam, dan diskotik.
“Contoh yang perlu dihapus seperti aturan terkait alkohol dan tempat hiburan malam, penyakit masyarakat karena jelas tidak sesuai dengan karakter Kota Serang, sesuai moto Kota Serang Madani,” tegasnya.
Ahmad mengingatkan, jika substansi Raperda ini tidak disusun secara hati-hati, hal itu dapat menimbulkan gejolak sosial dan mencoreng identitas Kota Serang sebagai kota madani sekaligus kota santri.
“Kalau tidak sesuai dengan norma agama, bisa menodai semangat kota madani dan menimbulkan gejolak di masyarakat. Bahkan bisa jadi, Serang malah dianggap sebagai tujuan bagi mereka yang ingin berbuat maksiat,” ujarnya.
Sebaliknya, ia mendorong agar arah kebijakan pariwisata di Kota Serang lebih menonjolkan wisata religi, budaya, dan edukasi.
“Kepariwisataan seharusnya memfasilitasi masyarakat untuk meningkatkan nilai religi dan peradaban yang tinggi, bukan justru memfasilitasi mereka yang hendak berbuat maksiat,” pungkasnya. (*/Aden)

