Kisah Keluarga dan Balita Ini Tinggal di Gubuk Pinggir Muara Kali Anyer, Pernah 2 Hari Tak Makan
Di sore yang cukup cerah, dengan cuaca yang cukup bersahabat, Rabu (26/5/2021), saya beranjak ke suatu tempat untuk menemui sebuah keluarga kecil yang kabarnya hidup mengasingkan diri, di tengah hiruk pikuk ramainya wisata dan geliat industri di Kawasan Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang.
Kedatangan kami, sore ini sekitar Pukul 16.30 WIB, berbekal informasi dari media sosial. Saya masuk dari gang sebelah Kantor Unit Bank BRI di Anyer, tepatnya Kampung Cempaka, Desa Anyer.
Kami berjalan menuju lokasi Lahan Urugan Pantai tepatnya di belakang Toko Bangunan Sampoerna. Untuk masuk ke lokasi ujung muara Kali Anyer ini, berjarak sekitar 300 meter dan hanya ada jalan tanah untuk kendaraan motor atau pejalan kaki, yang biasanya jadi lokasi favorit warga sekitar untuk memancing ikan.
Beberapa menit perjalanan, tibalah kami di Ujung Muara Kali Anyer. Dengan sedikit melirik kanan-kiri di pesisir pantai, bantaran muara kali, kami coba mencocokan bangunan yang tampak di Medsos tidak seperti rumah, lebih tepatnya hanya seperti saung kecil atau gubuk yang ditutupi terpal.
Di tengah lapangan urugan yang cukup luas, di ujung lahan itu persis di sisi muara tim Fakta Banten melihat sebuah bangunan yang sesuai dengan informasi yang kami dapatkan di media sosial.
Setelah tiba, kami langsung turun dari kendaraan motor. Di sekitar muara dan di sekeliling pesisir pantai yang cukup jauh dari pemukiman warga. Kami melihat banyak masyarakat pesisir yang sedang menjaring dan memancing ikan.
Tepatnya di sekitar ujung muara beberapa meter tempat kami menyandarkan motor, terdapat sebuah tempat yang lebih tepat mungkin di sebut sebuah saung/gubuk yang hanya berlapis terpal bukan rumah layak huni yang semestinya.
Dari kejauhan nampak seorang perempuan dengan anak laki-laki berusia 3 tahunan sedang mencuci piring.
“Assalamualaikum,” ucapan salam kami menyapa, sesampainya kami di depan saung tempat tinggalnya Ifan bersama istri dan anaknya.

Dari kejauhan istrinya yang sedang mencuci piring menyaut.
“Waalaikumsalam pak.”
Istri Ifan bernama Puput, dengan tergesa langsung menghampiri kami dengan muka yang masih heran, dengan seorang anak laki-laki berusia sekitar 3 tahunan, yang bernama Sultan. Kemudian ia langsung menyuruh kami untuk duduk di kursi dari pelepah pohon-pohon kelapa yang tak beraturan.
“Sedang apa bu?” Kami bertanya.
“Oh sedang mencuci piring pak,” sahut si ibu muda ini.
“Ada bapaknya Bu?”
Kami kembali menanyainya.
“Oh bapak ada, sedang istirahat, sebentar saya panggilkan dulu,” timpal wanita bernama Puput lagi.
Beberapa saat kemudian nampak seorang laki-laki muda berusia 30 tahunan keluar dari balik bilik terpal yang nampaknya dijadikan sebuah kamar.
“Aih ada tamu, punten tempatnya berantakan,” ucap Ifan dengan nada yang sopan ia menghampiri Fakta Banten, lalu bersalaman dan duduk.
Kemudian dengan bergegas istrinya membawakan segelas air putih untuk kami. Setelah kami berkenalan perbincangan pun dimulai.
Laki-laki muda itu bernama Ifan, dan langsung menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupannya.
“Saya tinggal disini sudah 3 bulan, dulunya saya dengan istri saya ngontrak, kami dulu bekerja di sebuah proyek, namun karena pandemi corona saya di PHK,” ceritanya mengalir begitu saja.
Pria muda ini sebenarnya bukan warga di wilayah itu, keluarga orang tua Ifan tinggal di Kampung Cikeuyeup, Desa Mekarsari. Masih di wilayah Kecamatan Anyer juga.
Ifan dengan Puput awalnya dipertemukan di Bogor, saat mereka berdua merantau kerja di kota itu beberapa tahun lalu. Setelah menikah, mereka berdua memilih pulang ke daerah keluarga suami di Anyer dan menjalani usaha dagang.