Korupsi Beasiswa PIP di Kota Serang; Uang Dipakai Perbaiki Mobil dan Bayar Utang Guru
SERANG – Bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) Sekolah Dasar Negeri di Kota Serang menjadi bancakan sejumlah pihak-pihak untuk keperluan pribadi.
Uang yang seharusnya dipergunakan siswa untuk biaya pendidikan justru dipergunakan untuk memperbaiki mobil dan membayar utang guru.
Hal tersebut terungkap pada sidang lanjutan kasus korupsi bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) 2021 senilai Rp 1,3 miliar di Pengadilan Tipikor Serang, Rabu (24/4/2024).
Terdakwa terdiri dari 2 orang. Pertama mantan kepala sekolah dasar negeri (SDN) di Kota Serang, Banten, Tubagus Samsudin.
Kedua Tubagus Iskandar calo sekaligus orang dekat staff ahli Komisi X DPR RI.
Dalam kesaksian guru SDN Tinggar 1, Kecamatan Curug, Kota Serang, Kosasih mengatakan, awal mula tahu ada bantuan PIP aspirasi dari pegawai honorer Dinsos Kota Serang Ari Sugira yang dikenalnya karena satu organisasi Tagana.
Tawaran itu disambut baik Kosasih yang kemudian menyiapkan lalu memberikan data 204 siswa untuk pengajuan bentuk dokumen microsoft excel.
“Saya kasih data siswa semua, datanya ke Ari Sugira berbentuk excel. Selanjutnya saya tunggu,” ujar Kosasih saat ditanya JPU Subardi di hadapan hakim ketua Mochamad Arief Adikusomo.
Akhirnya, data itu pun disetujui, dan Ari Sugira meminta uang fee sebanyak 60 persen dari total uang yang cair dan sisanya 40 persen untuk sekolah.
Kesepakatan itupun disetujui, hingga akhirnya pada Desember 2021 bantuan PIP sebesar Rp108 juta cair dari BRI Unit Cipocok Jaya. Pencairan PIP dilakukan oleh Kosasih dan ditemani oleh Kepala SDN Tinggar 1.
Bukannya disalurkan ke siswa sesuai data yang diajukan, uang itu justru dibagi dua untuk Ari Sugira dan Kosasih.
“Jumlahnya total Rp 108 juta, Rp 64,8 juta saya kasihkan ke Ari Sugira di pinggir jalan Palima. Sisanya Rp 43,2 saya pegang untuk keperluan sehari-hari dan perbaikan mobil pada waktu itu,” ucap Kosasih.
Namun, Kosasih mengaku sudah mengembalikan uang yang dipergunakannnya kepada penyidik Polda Banten saat proses penyelidikan.
“Uang itu sudah dikembalikan ke Polda, ada tanda buktinya,” tandas Kosasih.
Sementara saksi lainnya, honorer SDN Pipitan Helmi Arif Ginanjar mengakui menerima uang sebesar Rp 38 juta dari total uang yang cair sebesar Rp 106 juta.
Helmi selaku operator memiliki data 350 siswa yang kemudian menjadi acuan besaran bantuan yang diterima sekolah. Pencairan bantuan PIP SDN Pipitan dibantu saksi Yadi Mubarok di kantor BRI Cisauk, Kabupaten Tangerang.
Setelah cair, uang yang diterima Helmi digunakan untuk membayar utang bukan untuk disalurkan kepada siswa SDN Pipitan.
“Sisanya Rp 38 juta digunakan untuk bayar utang saya pribadi,” ujar Helmi dipersidangan. Helmi menyebut, uang Rp61 juta diberikan kepada saksi Supriadi, kemudian tips Rp 5 juta kepada pegawai BRI, fee pencairan ke saksi Yadi Mubarok Rp 6 juta.
Selain dari uang PIP SDN Pipitan, Helmi mengaku di hadapan hakim mendapatkan uang calo PIP sebesar Rp 500 ribu dari SDN Pabuaran, SDN Nyapah 2 Rp 2 juta, SDN Cipocok 4 sebesar Rp 1,1 juta dan dari saksi Tb Samsudin Rp 300 ribu.
“Total tambahan Rp 42 juta, sudah dikembalikan semuanya ke penyidik Polda saat diperiksa,” kata dia.
Supriyadi, selaku orang yang diminta terdakwa Tubagus Iskandar membantu pencairan di 5 SDN di Kota Serang mengaku mendapatkan jatah Rp 11,5 juta. Kelima sekolah itu yakni SDN Pabuaran, SDN Nyapah, SDN Pengampelan, SDN Pipitan dan SDN Cipocok 4.
Supriyadi mengaku mendapatkan uang Rp 11,5 juta dari terdakwa Tubagus Iskandar sebagai upah.
“Saya dapat Rp 11,5 juta dari membantu Pak Iskandar ini, (yang disetorkan ke Tb Iskandar) mohon maaf saya lupa,” ucap Supriyadi.
Uang yang diterimanya, kata Supriyadi, sudah disetorkan ke penyidik Polda Banten. Sedangkan saksi Yadi Mubarok diminta saksi Supriyadi mencari bank yang dapat mencairkan bantuan PIP 5 SDN di Kota Serang.
Yadi yang sudah kenal dengan Supriyadi karena bekerja di SMP Nurul Islam, Kota Serang, lalu mencarikan bank yang diminta rekannya dengan janji diberikan 2,5 persen dari setiap pencairan.
Akhirnya, Yadi mendapatkan kenalan pegawai BRI Cisauk yang bisa membantu mencairkan dana PIP.
“Beberapa sekolah di antaranya SDN Pengampelan, SDN Nyapah 2 dan SDN Pabuaran itu yang pertama dibawa berkas,” kata Yadi.
Selanjutnya, berkas SDN Pipitan yang dibawa ke BRI Cisauk. Sedangkan SDN Cipocok pencairan dilakukan di BRI Ciruas.
“Jadi gini nanti setelah cair ada 5 persen untuk bank silahkan itu bebas mau diberikan berapa untuk banknya dan untuk saya 2,5 persen dari tiap pencairan itu kata Supriyadi,” kata Yedi.
Saat ditanya Jaksa Subardi total uang fee yang didapatnya, Yedi mengaku lupa karena sudah lama kejadiannya.
Namun, Subardi membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik Polda Banten bahwa Yedi telah menerima Rp 21,3 juta untuk kebutuhan sehari-hari.
Akhirnya, BAP itu pun dibenarkan oleh Yedi yang sampai saat ini belum dikembalikan baik ke penyidik Polda maupun kejaksaan.
“Belum karena waktu itu saya meminta keringanan, pada waktu itu punya Rp 15 juta. Tapi kata penyidik ga bisa harus sesuai BAP,” kata Yedi.
Yedi menjanjikan akan mengembalikan uang yang dinikmatinya pada Senin (29/4/2024) ke Kejaksaan Negeri Serang.
“Insyaallah dalam waktu dekat, Pak. Bagaimana kalau Senin, Pak? Tanggal 29 yang mulia,” ucapnya. (*/Kompas)