Pengacara Minta Rektor Untirta Cabut SK Terhadap Terduga Pelaku Pelecehan
SERANG – Tim advokasi hukum dari KZ yakni Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) terduga pelaku pelecehan seksual akhirnya angkat bicara. Pihaknya meminta Untirta untuk mencopot Surat Keputusan Rektor.
Surat Keputusan Rektor Untirta No 670/UN43/KPT.KM.00.05/2021 Tentang Pemberian Sanksi Akademik Kepada Ketua BEM Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan No 671/UN43/KPT.KM.04.01/2021 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Ketua Badan Ekesekutif Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Tahun 2021 dinilai menimbulkan dampak kerugian terhadap masa depan kliennya dengan memberikan sanksi skorsing berupa satu semester yakni semester ganjil tahun akademik 2021/2022 terhitung 08 Oktober 2021 dan memberhentikan sebagai Ketua BEM Untirta tahun 2021.
Diterbitkan Surat Keputusan Rektor tersebut, kliennya tidak pernah dipanggil atau diperiksa terlebih dahulu oleh pihak Untirta sebagai terduga pelaku pelecehan seksual.
“Keputusan tersebut tidak objektif, mendahului keputusan hukum dan Undang-Undang sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi klien kami, karena dibuat dengan cara- cara tidak sah (cacat formil) dan seharusnya dicabut atau dibatalkan,” ujar Raden Elang Yayan Mulyana melalui keterangan tertulisnya dikutip dari FBn, Selasa (19/10/2021).
Yayan juga mengungkapkan kliennya dipaksa dan dipersekusi oleh 7 orang mahasiswa Untirta untuk mengakui apa yang tidak pernah dilakukannya yakni dengan cara membuat surat pernyataan pengakuan telah ‘Bersalah Atas Perbuatan Pelecehan Seksual yang Saya Lakukan’ terhadap korban yang terjadi pada 4 September, tertanggal 7 Oktober 2021.
“Klien kami dipaksa, ditekan untuk menandatangani surat tersebut yang dibuat terlebih dahulu oleh ke 7 orang (mahasiwa) dan dalam tekanan paksaan sehingga adanya penyalahgunaan keadaan. Maka atas perbuatan tersebut, surat pernyataan tidak sah karena diambil dengan cara-cara ilegal sehingga bukti surat tersebut tidak layak untuk dijadikan bukti hukum,” ujar Yayan.
Pihaknya juga menegaskan atas keberatan pemberhentian KZ sebagai Ketua BEM Untirta periode 2021 dikarenakan dalam pemberhentian itu juga dilakukan atas dasar paksaan penyalahgunaaan keadaan (Misbruik Van Omstandingheden) artinya perbuatan sedemikian rupa yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak lain yang terkait dalam perjanjian dengan memanfaatkan posisi yang tidak seimbang salah satu belah pihak dengan tujuan untuk mengambil keuntungan ekonomi.
Pihak Untirta dinilai telah melakukan menyalahgunakan kewenangan dengan cara memberhentikan kliennya sebab telah mendahului keputusan Undang-Undang dan melanggar asas praduga tidak bersalah presumption of innocence Pasal 17 jo 18 UU 39 tahun 1999.
Dalam Pasal 17 disebutkan setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak. Sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.
Kemudian Pasal 18 berbunyi setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
“Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Rektor tersebut telah jelas merugikan klien kami dengan menunggu sanksi berikutnya menunggu keputusan akhir pengadilan. Oleh karena alasan-alasan keberatan dan kerugian yang akan dialami akibat terbitnya Surat Keputusan Rektor, dengan ini Tim Advokasi Presma Untirta meminta kepada Rektor Untirta untuk mencabut Surat Keputusan Rektor,” tukasnya. (*/Red/FBn)