Penyidikan Kasus Suap Bank Banten oleh KPK Berlanjut

FAKTA BANTEN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyidikan kasus suap penyertaan modal kepada PT Banten Global Development (BGD) untuk pembentukan Bank Banten.

Penyidik lembaga antirasuah memanggil anggota DPRD Banten Muhammad Faizal. Juru bicara KPK Febri Diansyah membenarkan pemeriksaan terhadap politisi Partai Golkar itu. “Diperiksa sebagai saksi,” katanya.

Kasus suap ini terbongkar setelah KPK menangkap Direktur Utama BGD Ricky Tampinongkol bersama Wakil Ketua DPRD Banten SM Hartono dan Ketua Badan Anggaran DPRD Banten Tri Satria Santoso.

Ricky menyuap DPRD agar memberikan persetujuan pe­nyertaan modal kepada PT BGD untuk pembentukan Bank Banten. “Masih ada pihak lain yang diduga terlibat kasus itu. Ini sedang kita tuntaskan,” kata Febri. Namun dia belum berse­dia mengungkapkan siapa target penyidikan baru ini.

Dalam penyidikan sebelum­nya, KPK menerima pengem­balian uang dari sejumlah ang­gota DPRD. Anggota Dewan itu diduga ikut menerima suap terkait penyertaan modal kepada PT BGD. “Kita masih proses. Kasus itu tetap dilanjutkan pe­nyidikannya,” tandas Febri.

Menurut dia, pengembalian uang korupsi tidak menghapus tindak pidana yang sudah ter­jadi. Namun bisa meringankan tuntutan hukum.

Untuk diketahui, dalam per­sidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Serang, Ricky Ricky Tampinongkol mengakui menyuap DPRD.

Dalam persidangan itu, jaksa KPK memperlihatkan tran­skrip percakapan Ricky dengan Satria. Ricky tak bisa menge­lak. Dengan lesu dia mengakui perbuatan dan menyampaikan penyesalan. “Saya mengaku salah, saya minta maaf,” ucap Ricky.

Ricky akhirnya buka-bukaan. Ia menyebut keterlibatan Ketua DPRD Asep Rahmatullah dalam perkara rasuah tersebut. Kata dia, politikus PDIP itulah yang awalnya minta setoran terkait pembentukan Bank Banten.

Ricky mengungkapkan, Ketua Banggar DPRD Banten FLTri Satria Santosa atau Sony adalah anggota dewan yang selama ini mengkomunikasikan permintaan Asep tersebut.

Tidak hanya itu, Wakil Ketua DPRD Banten SM Hartono pun ikut minta jatah. “Melalui Sony, Asep dan Hartono meminta sejumlah uang kepada saya,” kata Ricky.

Ricky pun mengaku merasa aneh, kenapa masih ada permint­aan-permintaan untuk mem­perlancar pembentukan Bank Banten. Padahal kebijakan itu te­lah menjadi amanat Perda. “Saya keluhkan ke Pak Gubernur, itu keanehan saya mengenai permintaan-permintaan uang,” ujarnya. Saat itu, Gubernur Banten dijabat Rano Karno.

Ricky, Sony dan SM Hartono dibekuk KPK saat hendak melakukan transaksi suap di Serpong, Tangerang Selatan, awal Desember 2015. Dalam operasi tersebut petugas mengamankan uang 11 ribu dolar Amerika dan Rp 60 juta.

Ketiganya langsung ditetap­kan sebagai tersangka satu hari setelah operasi tangkap tangan. Namun, hingga kini KPK belum juga menetapkan Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah seba­gai tersangka.

Pijat Refleksi

Kilas Balik
Mau Serahkan Suap, Bos BGD Pakai Kode “Pempek” Dan “Kue”

Direktur Utama PT Banten Global Development (BGD) Ricky Tampinongkol didakwa memberi suap Rp 263 juta ke­pada anggota DPRD Banten.

Ricky sudah berulang kali memberikan uang melalui Ketua Banggar Tri Satria Santosa. Tahap pertama Rp 60 juta. Uang itu kemudian dibagikan ke anggota DPRD lainnya pada 17 November 2015 di Hotel Crowne, Semarang. Bagi-bagi duit itu dilaksanakan saat kun­jungan kerja.

Uang suap dimasukkan ke dalam amplop dan diklaim seba­gai “uang jalan”. Amplop berisi uang itu digabung dengan duit dari Tim Anggaran Pemerintah Provinsi Banten.

“Dengan maksud agar Tri meloloskan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2016 terkait usulan sisa anggaran penyertaan modal dari Pemprov Banten ke­pada PT BGD sebesar Rp 385,4 miliar dari total penyertaan modal Rp 950 miliar,” papar Jaksa KPK Haerudin.

Setelah pemberian pertama, Tri kembali meminta uang pada 29 November 2015. Permintaan uang didasari alasan untuk mengamankan sidang paripurna pengesahan RAPBD. “Supaya tidak gaduh di paripurna besok, ada usaha enggak dari Pak Ricky? Buat enam orang saja,” kata Tri kepada Ricky seperti dikutip dalam surat dakwaan jaksa.

Menanggapi permintaan itu, Ricky menjawab, “Siap siap. Hei Pak Tri, kayak gituan mah nggak usah diomongin, Pak. Tinggal perintah saja. Gimana? Kan kita sudah komit.”

Pada 30 November 2015, Ricky memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan uang Rp 200 juta dari rekening BUMD yang dinakhodainya. Dari total duit tersebut, seban­yak Rp 13,9 juta ditukar dalam pecahan dollar Amerika sebesar 1.000 dollar Amerika.

Setelah semua transaksi beres, Ricky mengirim pesan sing­kat kepada Tri. “Siang, pem­peknya mau dikirim ke mana ya? Dhanny yang mau antar.” Istilah pempek dipakai sebagai pengganti uang suap.

Tri pun menyepakati agar ‘pempek’ tersebut diambil sopirnya bernama Endang. Sementara di DPRD sedang berlangsung rapat paripurna pengesahan APBD 2016

Setelah paripurna, uang diba­gi-bagikan. Usai menerima uang, Tri mengirim pesan pada Ricky, “Puji Tuhan, paripurna lancar tidak ada yang interupsi.”

Kemudian pada 1 Desember 2015, Ricky memberikan duit untuk Wakil Ketua DPRD Banten SM Hartono sebanyak 10 ribu dollar Amerika. Kali ini, dana digelontorkan agar usulan peny­ertaan modal dipenuhi. Duit dis­erahkan setelah Hartono menagih janji PT BGD melalui Tri.

Dalam pesan singkat kepada Tri, Hartono merasa dibohongi dan dibodohi lantaran janji dari PT BGD tak kunjung direalisasi. Hartono meminta duit Rp2 mil­iar untuk pelicin. Menanggapi pernyataan Hartono, Tri men­gatakan “Untuk kue yang be­sar harus ‘empat mata’ karena risikonya besar.”

Meski begitu, uang 10 ribu dollar Amerika pun tetap dis­erahkan kepada Hartono. Tri mengistilahkan, dana itu sebagai panjar alias uang muka dari total dana Rp 2 miliar yang diminta Hartono. Uang ini diserahkan Tri kepada Hartono di Restoran Istana Nelayan pada 1 Desember 2015.

Atas rangkaian transaksi terse­but, jaksa mendakwa Ricky didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. (*/Rmol)

KPU Cilegon Terimakasih
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien