PN Serang Vonis Bebas Pelaku Pemerkosaan Anak Kandung, Ini Kata Satgas PPA Kabupaten Serang
SERANG – Satuan Tugas Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (SATGAS PPA) Kabupaten Serang, merasa kecewa atas vonis bebas MS (46), pelaku kekerasan seksual terhadap anak kandungnya.
Ketua SATGAS PPA Kabupaten Serang Habibah mengatakan, Vonis yang diputuskan Pengadilan Negeri (PN) Serang, tak sejalan dengan prinsip perlindungan anak.
“Sebagaimana amanat UU Perlindungan Anak, putusan bebas tersebut sangat mencederai rasa keadilan, menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum pelaku kekerasan seksual pada anak,” ujarnya saat membacakan pernyataan sikap, Rabu (22/1/2025).
Ia khawatir, putusan bebas yang ditetapkan majelis hakim PN Serang dalam kasus tersebut, dapat menjadi potret buruk atas penegakan hukum yang menimpa anak di bawah umur nantinya.

Dalam putusan, lembaganya juga menyoroti beberapa poin yang menjadi dasar majelis hakim PN Serang membebaskan MS dari segala tuntutan JPU.
Pertama terkait adanya perdamaian antara pelaku dan korban. Hal ini, menurutnya tidaklah relevan dijadikan salah satu dasar pertimbangan putusan vonis bebas terdakwa.
“Pasal 23 UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dengan tegas menyatakan bahwa kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses pengadilan,” jelasnya.

Ia menilai, perdamaian atau mediasi antara korban dan pelaku tidak dapat digunakan untuk menghentikan proses hukum, meringankan hukuman, atau menghapuskan tanggung jawab pidana pelaku.
Kedua terkait adanya pencabutan BAP oleh korban. Hal ini juga turut menjadi bahan pertimbangan majelis hakim PN Serang dalam putusan bebas.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah Delik Biasa dan Bukan Delik Aduan. Menurut kami pencabutan BAP tidak dapat dijadikan alasan. Pencabutan BAP tidak dapat menjadi alasan untuk melemahkan posisi korban dalam proses hukum,” jelasnya.
Terakhir soal adanya narasi laporan kekerasan seksual dalam perkara ini didasarkan pada rasa cemburu korban terhadap ibu tirinya.
Ia mengecam narasi tersebut dan menyatakan bahwa hal itu tidaklah relevan. Bahkan, kata dia, narasi ini merendahkan martabat korban yang jelas-jelas dirugikan.
“Dengan tegas SATGAS PPA mengecam dan tidak sependapat, mengabaikan trauma yang dialami korban. Pandangan ini berisiko mengalihkan perhatian dari substansi kasus kekerasan seksual dan memperparah beban psikologis korban,” jabarnya.
Dengan berbagai pertimbangan seperti yang dikemukakan sebelumnya, ia menegaskan juga dalam kasus tersebut bahwa lembaganya mendukung langkah JPU melakukan upaya hukum lanjutan.
“Kami akan menyampaikan pernyataan sikap kepada Komisi Yudisial, menolak segala upaya yang melemahkan posisi korban kekerasan seksual pada anak dan terus bersama-sama seluruh komponen masyarakat melindungi anak dari segala bentuk kekerasan,” tukasnya. (*/Ajo)
